REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pelaksana tugas (Plt) Direktur Utama PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk Fuad Rizal memperkirakan penurunan kinerja keuangan dalam laporan keuangan perusahaan yang berakhir pada September 2019. Meski begitu, Fuad belum dapat memastikan besaran penurunan lantaran laporan keuangan kuartal ketiga Garuda Indonesia masih dalam proses audit.
Fuad menyampaikan salah satu pengembangan bisnis untuk memacu kinerja perusahaan adalah dengan memaksimalkan rute internasional, antara lain kerja sama dengan China dan Korea Selatan.
"Kita akan memperbaiki rute internasional karena masih mengalami rugi yang cukup besar. Kami akan membuka network internasional seluas-luasnya, kita baru poin to poin. Sekarang buka network dengan aliance dan nonalliance," ujar Fuad saat paparan publik di Garuda City Center, Tangerang, Jumat (27/12).
Fuad enggan membeberkan besaran kerugian yang diderita perusahaan dari sektor penerbangan internasional. Fuad menilai Garuda masih terlalu bergantung pada pasar domestik selama ini. Dengan begitu, muatan penumpang dan kargo Garuda tertinggal dibandingkan kompetitor seperti Singapore Airlines.
Fuad merinci muatan penumpang dan kargo Garuda pada kuartal tiga 2019 sebesar 73 persen atau lebih rendah dengan Singapore Airlines yang mencapai 85 persen. Fuad juga menyebutkan penurunan jumlah penumpang pada kuartal III karena adanya penyesuaian tarif penumpang yang meningkat sebesar 23 persen.
"Karena terjadi kenaikan harga, jumlah penumpang Garuda secara keseluruhan turun 20,6 persen, sementara Citilink turun 26,8 persen dari periode yang sama dari tahun sebelumnya," kata Fuad.
Meski begitu, lanjut Fuad, Garuda berhasil meningkatkan pendapatan sebesar 32 persen dengan hasil 3,5 juta dolar AS pada kuartal III 2019. Pun jumlah profit secara keseluruhan yang dihasilkan Garuda juga meningkat sebesar 10,3 persen.
"Meski jumlah penumpang turun, namun dari sisi pendapatan kita bisa dapat lebih baik dari sebelumnya," ucap Fuad.
Fuad menilai capaian ini tak lepas dari kenaikan harga tarif pesawat yang selama ini menurutnya di bawah harga normal. Fuad mengatakan tarif untuk pesawat kelas ekonomi lebih rendah dibandingkan transportasi lain seperti taksi, maupun ojek online jika mengacu pada regulasi tarif batas atas (TBA). Fuad menjelaskan, untuk TBA pesawat full service carier (FSC) rata-rata per km sebesar Rp 2.500 per km per penumpang. Dia membandingkan TBA ojol per km yang sebesar Rp 2.600 per km per penumpang, TBA taksi sebesar Rp 6.500 per km per penumpang.
Fuad mengatakan sejak 2016-2017, industri penerbangan sudah tidak sehat. Ia menyampaikan meskipun jumlah penumpang naik namun maskapai harus rela memasang harga tiket 60 persen dari TBA.
"Dari sisi harga industrinya sudah tidak //sustain// sama sekali. Jadi pilihannya kalau tetap di 60 persen, industri bisa rusak dan mati karena memang sejak 10 tahun lalu lebih dari 15 maskapai tutup karena kompetisinya sudah tidak sehat," ucap Fuad.
Fuad menyampaikan pertumbuhan jumlah penumpang yang selama ini terjadi tak lepas dari rendahnya harga tiket pesawat.
"Waktu itu (pesawa Jakarta-Lampung Rp 200 ribu, makanya jumlah penumpang naik 8-9 persen sejak 2015," kata Fuad.
Fuad mengaku tidak mengkhawatirkan penurunan jumlah penumpang selama pendapatan tercapai. Fuad menilai 70 persen Garuda merupakan //bussines traveler// yang bepergian atas biaya kantor sehingga relatif tidak mempermasalahkan tarif tiket Garuda.
"Kalau sudah kemahalan itu pindah ke Citilink," ucapnya.
Sektor lain yang menjadi perhatian Garuda ialah optimalisasi bahan bakar pesawat yang diharapkan menjadi alternatif bagi pendapatan perusahaan seperti meminimalisir jumlah penerbangan yang akan menghemat penggunaan bahan bakar pesawat.
"Kita mengoptimalkan, misalkan dari satu rute, kita terbang 10 kali kita terbang tujuh kali. Jadi kita //rapetin// tujuh penerbangan, yang tiga tidak terbangi sehingga menghemat konsumsi bahan bakar kita," ungkap Fuad.
Dengan begitu, lanjut Fuad, kenaikan harga bahan bakar tidak berdampak signifikan lantaran adanya strategi efisiensi dalam perusahaan.
Fuad menambahkan, Garuda juga akan menambah empat pesawat baru wide body pada 2020 untuk memperkuat maskapai plat merah setelah beberapa waktu lalu telah menambah tiga pesawat wide body bertipe A330-900 NEO. Fuad menegaskan pemesanan pesawat baru merupakan bagian dari yang telah dilakukan sebelum 2015.
"Saya klarifikasi tidak ada pemesanan pesawat baru sejak 2015. Itu ke depannya merupakan order yang telah dipesan pada periode sebelumnya," tambah Fuad.
Selain menambah peswat baru, kata Fuad, perseroan juga melakukan perpanjangan kontrak untuk sewa pesawat yang akan jatuh tempo. Fuad menilai langkah ini diambil untuk meningkatkan efisiensi keuangan ketimbang harus melakukan kontrak baru setelah jatuh tempo. Fuad berharap beragam strategi yang dilakukan mampu memberikan profit bagi perusahaan pada kuartal keempat 2019.
"Kuartal empat profit. Karena memang kita sedang diudit, ada enquirement, terutama soal transkasi Sriwijaya. Jadi saya belum bisa bilang berapa," kata Fuad menambahkan.