REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) mencatat, tingkat konversi rupiah dari Devisa Hasil Ekspor (DHE) masih rendah, yaitu kurang dari 20 persen pada Oktober. Akan tetapi, tingkat kepatuhan pengusaha untuk memasukkan DHE ke bank devisa domestik mengalami peningkatan. Pada September, compliance-nya 94 persen yang naik tipis menjadi 95 persen pada Oktober.
Deputi Gubernur Senior BI Destry Damayanti menuturkan, tingkat konversi DHE yang masih rendah dapat dipahami. Sebab, para eksportir masih membutuhkan uang dalam bentuk dolar AS untuk mengimpor bahan baku dari negara lain. "Setidaknya, dana ini ada di bank domestik, sehingga bisa menambah suplai devisa di domestik itu sendiri," katanya ketika ditemui usai konferensi pers di Gedung Direktorat Jenderal Bea Cukai Kementerian Keuangan, Jakarta, Jumat (27/12).
Dengan ketersediaan dolar AS yang bertambah, Destry menuturkan, dampak positif dirasakan pada kestabilan rupiah. Saat ini, bahkan rupiah relatif stabil di kisaran Rp 13.900 an per dolar AS. Salah satu penyebabnya, eksportir mulai memasukkan DHE ke bank-bank domestik dan menjual dolar AS yang menambah tekanan terhadap rupiah sendiri di pasar valuta asing.
Berdasarkan data yang diterbitkan Bank Indonesia, mematok kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) pada Jumat ini, nilai tukar berada di level Rp 13.956 per dolar AS. Nilai ini menguat 26 poin atau 0,18 persen dari posisi Rp 13.982 per dolar AS pada Kamis (26/12).
Destry menjelaskan, kebijakan DHE terus mengalami respons yang positif. Semula, ketika ketentuan DHE diberlakukan pada 2012 melalui Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 14 Tahun 2012 Tentang Penerimaan DHE dan Penarikan Devisa Utang Luar Negeri, sempat terjadi resistensi yang kuat. Pengusaha merasa kebijakan ini mengontrol devisa.
"Tapi, sekarang sudah lebih dari 90 persen eksportir patuh," katanya.
Destry menuturkan, tingkat kepatuhan yang tinggi itu bukan tanpa sebab. Ia menilai, para pengusaha semakin menyadari, pelaporan DHE dan kewajiban memasukkan DHE ke bank domestik merupakan langkah untuk maju bersama. Dengan ekonomi suatu negara yang semakin maju, data kian dibutuhkan untuk mengoptimalkan kebijakan yang ada.
Guna memaksimalkan data DHE, BI menjalin kerja sama dengan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kemenkeu mengembangkan Sistem informasi Monitoring Devisa terintegrasi Seketika (SiMoDIS) yang berlaku pada 1 Januari 2020. Sistem ini memungkinkan pemerintah dan BI dapat melakukan rekonsiliasi data impor/ekspor dengan transaksi devisa secara komprehensif dan terintegrasi sebagai salah satu upaya meningkatkan kepatuhan terhadap kewajiban pelaporan devisa.
Implementasi ini merupakan tindak Ianjut Nota Kesepahaman pada tanggal 7 Januari 2019 antara BI dengan Kemenkeu untuk mengembangkan SiMoDIS. Tujuannya, memberikan manfaat Iebih optimal melalui perluasan dan integrasi cakupan monitoring devisa hasil ekspor maupun pembayaran impor.
Selanjutnya, Perjanjian Kerjasama Pengembangan SiMoDIS mengatur ruang lingkup pertukaran data dan informasi yang dimiliki oleh masing-masing pihak terkait kegiatan ekspor dan impor. Sekaligus, pelaksanaan joint analysis terhadap kepatuhan eksportir dan importir terkait kepabeanan dan devisa atas kegiatan ekspor dan impor.