REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pekan depan, pasar modal disebut masih akan mendapat tekanan dari kesepakatan dagang Amerika Serikat (AS) dan China. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pun diprediksi cenderung melemah dengan kisaran 6.219-6.300.
"Pekan depan pasar masih akan menanti bocoran kesepakatan perang dagang AS China," kata Direktur Anugerah Mega Investama, Hans Kwee, Sabtu (21/12).
Hans Kwee memperkirakan kesepakatan fase satu akan meningkatkan ekspor AS ke China dua kali lipat dalam dua tahun ke depan. Kesepakatan perjanjian perdagangan AS-China fase satu ini akan menangguhkan tarif impor barang China senilai 160 miliar dolar yang dijadwalkan berlaku pada 15 Desember 2019 lalu.
AS juga sepakat menurunkan tarif impor menjadi 7,5 persen terhadap produk China senilai 120 miliar dolar. China dikabarkan juga menawarkan perlindungan kekayaan intelektual baru sebagai imbalan atas pengurangan tarif AS.
Namun, kesepakatan fase satu ini tidak terlalu di respon positif oleh pelaku pasar. Hal ini tidak lepas karena terjadinya penundaan pengenaan tariff. Tarif impor dari China senilai 120 miliar dolar AS akan dipangkas kembali menjadi 7,5 persrn dari 15 persen.
AS juga tetap akan mempertahankan retribusi 25 persen untuk barang-barang senilai 250 miliar dolar AS. Padahal keingin China adalah adanya penghapusan tariff. Pelaku pasar keuangan dunia juga berharap penghapusan tariff yang sudah berlaku untuk mampu mendorong pertumbuhan ekonomi dunia yang terus melambat semenjak perang dagang kedua Negara.