REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah mengalokasikan anggaran penyaluran dana Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) naik menjadi sebesar Rp 11 triliun pada 2020 dibandingkan tahun ini Rp 7,58 triliun.
"Dana FLPP sebesar Rp 11 triliun terdiri dari Rp 9 triliun dari DIPA dan Rp 2 triliun," ujar Direktur Utama Pusat Pengelolaan Dana Pembiayaan Perumahan (PPDPP) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Arief Sabaruddin di Jakarta, Kamis (19/12).
Dengan anggaran sebesar itu, ia mengemukakan, pemerintah menargetkan rumah yang bisa dibangun melalui program FLPP mencapai 102.500 unit. Untuk mencapai target 2020, ia mengatakan, pemerintah telah menunjuk 37 bank pelaksana konvensional maupun syariah yang terdiri 10 bank nasional dan 27 Bank Pembangunan Daerah (BPD).
Pada 2019, ia memaparkan, pemerintah melalui Badan Layanan Umum (BLU) PPDPP mengalokasikan anggaran penyaluran dana bantuan pembiayaan perumahan FLPP senilai Rp7,58 triliun dari DIPA untuk 74.068 unit rumah. Tercatat, hingga per 17 Desember 2019 realisasi FLPP telah mencapai 104,6 persen dengan nilai Rp 7,5 triliun yang setara dengan 77.472 unit rumah.
Dengan demikian, total penyaluran dana FLPP sejak 2010 hingga 17 Desember 2019 sebesar Rp 44,329 triliun untuk 655.239 unit rumah. Pada tahun depan, Arief Sabaruddin menyampaikan, PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk tetap memiliki porsi terbesar dalam penyaluran KPR FLPP.
"Kuota BTN sebesar 39 persen, hal itu karena BTN kan bank lama dan dia spesifik di perumahaan. Namun bank-bank yang lain sudah mulai bagus sekarang. Paling bagus sebesar 20 persen," paparnya.
Di tempat sama, Direktur Jenderal Pembiayaan Infrastruktur PUPR Eko D. Heripoerwanto mengatakan bahwa 10 provinsi terbesar penerima KPR subsidi periode 2015-2019 adalah Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Riau, Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat, Sulawesi Selatan.
"Terbesar Jawa Barat sebanyak 264.778 unit, Banten 71.948 unit, dan disusul Jawa Timur 48.673 unit," katanya.