REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perusahaan BUMN konstruksi PT Nindya Karya (Persero) menandatangani Nota Kesepahaman (Memorandum of Understanding/ MoU) dengan dua perusahaan Korea Selatan, Senin (16/12). Kerjasama strategis ini merupakan komitmen untuk membangun proyek dengan total nilai mencapai Rp 61,2 triliun.
Kedua perusahaan asal Korea Selatan itu adalah DH Group dengan Samsung Engineering. Penandatanganan MoU disaksikan langsung oleh Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia.
Pelaksana Direktur Utama PT Nindya Karya (Persero) Haedar A Karim mengatakan, MoU ini diharapkan semakin membuka jalan pengembangan usaha konstruksi Indonesia di luar negeri, termasuk Korea Selatan. "Kerjasama jadi akan lebih terbuka dan intensif," tuturnya dalam rilis yang diterima Republika, Kamis (18/12).
Nota Kesepahaman ditandatangani oleh Haedar dengan Jung Sam Seung, Chairman DH Group yang merupakan perusahaan holding finansial di Korea SelatanNota Kesepahaman Nindya Karya dengan DH Group merupakan bentuk kerjasama dalam hal pengerjaan proyek revitalisasi pemipaan di Blok Rokan dan pengembangan kilang di Dumai milik Pertamina. Perkiraan biayanya adalah Rp 60 triliun.
Pengembangan proyek tersebut untuk membantu pemerintah Indonesia merevitalisasi pipa migas Blok Rokan agar kapasitas produksi minyak dapat ditingkatkan. Sedangkan, pengembangan kilang di Dumai untuk meningkatkan kapasitas produksi BBM dan mengurangi ketergantungan impor minyak. Dengan begitu, diharapkan mampu menekan defisit transaksi berjalan
Sementara itu, kerjasama Nindya Karya dengan Samsung Engineering adalah terkait pengembangan fasilitas pengolahan air di Bali dan DI Yogyakarta. Nilai proyeknya mencapai Rp 1,2 triliun. Pengembangan proyek ini diharapkan dapat membantu pemerintah, khususnya pemerintah daerah dalam memenuhi kebutuhan air bersih masyarakat.
Bahlil menuturkan, BKPM sangat mengapresiasi adanya kerjasama yang baik antara perusahaan Indonesia dengan Korea Selatan tersebut. "Pemerintah akan mendukung penuh untuk memfasilitasi rencana investasi tersebut di Indonesia," ucapnya.
Bahlil menjelaskan, sesuai dengan Inpres No 7 Tahun 2019 tentang Percepatan Kemudahan Berusaha, saat ini seluruh perizinan dan insentif fiskal menjadi kewenangan BKPM.