Ahad 15 Dec 2019 19:28 WIB

Mendag Gugat Eropa untuk Kasus Kelapa Sawit

Gugatan kepada Eropa diajukan pada Senin lalu, (9/12).

Rep: Iit Septyaningsih/ Red: Dwi Murdaningsih
Pemerintah Indonesia melalui Perutusan Tetap Republik Indonesia (PTRI) di Jenewa, Swiss, resmi mengajukan gugatan terhadap Uni Eropa (UE) di Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO).  Foto: Sebuah kapal tanker pengangkut minyak kelapa sawit bersiap sandar di Dermaga B Pelabuhan Pelindo I Dumai di kota Dumai, Dumai, Riau, Selasa (4/9).
Foto: Antara/Aswaddy Hamid
Pemerintah Indonesia melalui Perutusan Tetap Republik Indonesia (PTRI) di Jenewa, Swiss, resmi mengajukan gugatan terhadap Uni Eropa (UE) di Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO). Foto: Sebuah kapal tanker pengangkut minyak kelapa sawit bersiap sandar di Dermaga B Pelabuhan Pelindo I Dumai di kota Dumai, Dumai, Riau, Selasa (4/9).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Indonesia melalui Perutusan Tetap Republik Indonesia (PTRI) di Jenewa, Swiss, resmi mengajukan gugatan terhadap Uni Eropa (UE) di Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO). Gugatan diajukan pada Senin lalu, (9/12).

Pemerintah menggugat kebijakan Renewable Energy Directive II (RED II) dan Delegated Regulation UE. Berbagai kebijakan tersebut dianggap mendiskriminasikan produk kelapa sawit Indonesia.

Baca Juga

"Indonesia resmi mengirimkan Request for Consultation pada 9 Desember 2019 kepada UE sebagai tahap inisiasi awal dalam gugatan. Keputusan ini dilakukan setelah melakukan pertemuan di dalam negeri dengan asosiasi atau pelaku usaha produk kelapa sawit dan setelah melalui kajian ilmiah, serta konsultasi ke semua pemangku kepentingan sektor kelapa sawit dan turunannya," ujar Menteri Perdagangan Agus Suparmanto melalui siaran pers, Ahad, (15/12).

Dia melanjutkan, pemerintah Indonesia telah menyampaikan keberatan atas kebijakan UE ini di berbagai forum bilateral. Baik dalam Working Group on Trade and Investment Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEU-CEPA) dan pertemuan Technical Barriers to Trade Committee di WTO.

"Hanya saja, kita harus tetap mempertegas keberatan Indonesia terhadap kebijakan UE tersebut," kata Agus.

Menurutnya, gugatan ini dilakukan sebagai keseriusan Pemerintah Indonesia dalam melawan diskriminasi yang dilakukan UE melalui kebijakan RED II dan Delegated Regulation.

Berbagai kebijakan tersebut dianggap mendiskriminasi produk kelapa sawit. Pasalnya membatasi akses pasar minyak kelapa sawit dan biofuel berbasis minyak kelapa sawit. Diskriminasi dimaksud berdampak negatif terhadap ekspor produk kelapa sawit Indonesia di pasar UE.

Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Indrasari Wisnu Wardhana menjelaskan, melalui kebijakan RED II, UE mewajibkan mulai tahun 2020 hingga tahun 2030 penggunaan bahan bakar di UE berasal dari energi yang dapat diperbarui. Selanjutnya, Delegated Regulation yang merupakan aturan pelaksana RED II mengategorikan minyak kelapa sawit ke dalam kategori komoditas yang memiliki Indirect Land Use Change (ILUC) berisiko tinggi.

Akibatnya, biofuel berbahan baku minyak kelapa sawit tidak termasuk dalam target energi terbarukan UE. Termasuk minyak kelapa sawit Indonesia.

"Pemerintah Indonesia keberatan dengan dihapuskannya penggunaan biofuel dari minyak kelapa sawit oleh UE. Selain akan berdampak negatif pada ekspor minyak kelapa sawit Indonesia ke UE, juga akan memberikan citra yang buruk untuk produk kelapa sawit di perdagangan global," ujar Wisnu.

Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Iman Pambagyo menambahkan, inisiasi awal dalam gugatan ataupun proses konsultasi ke WTO merupakan langkah yang dapat diambil setiap negara anggota. Gugatan dilakukan jika menganggap kebijakan yang diambil negara anggota lain melanggar prinsip-prinsip yang disepakati dalam WTO.

"Diharapkan melalui konsultasi ini dapat ditemukan jalan keluar terbaik bagi kedua pihak," katanya.

Sebagai informasi, Data statistik BPS menunjukkan nilai ekspor minyak kelapa sawit dan biofuel/Fatty Acid Methyl Ester (FAME) Indonesia ke Uni Eropa menunjukkan tren negatif pada lima tahun terakhir.

Nilai ekspor FAME mencapai 882 juta dolE AS pada periode Januari sampai September 2019. Angka itu menurun 5,58 persen dibandingkan periode sama pada 2018 yang sebesar 934 juta dolar AS.

Sementara nilai ekspor minyak kelapa sawit dan FAME ke dunia juga tercatat melemah 6,69 persen. Sebelumnya 3,27 miliar dolar AS pada periode Januari sampai September 2018 menjadi 3,04 miliar dolar AS year on year (yoy).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement