Rabu 11 Dec 2019 17:20 WIB

Revisi UU Minerba Buat Ketidakpastian Investasi

Revisi UU Minerba telah masuk dalam prolegnas tetapi tak kunjung dibahas DPR.

Rep: Intan Pratiwi/ Red: Friska Yolanda
Sebuah kapal tongkang pengangkut batu bara berlabuh di wilayah perairan Zona Konservasi Taman Nasional Karimunjawa, Jepara, Jawa Tengah, Senin (9/12). Revisi UU Minerba telah masuk dalam prolegnas tetapi tak kunjung dibahas DPR.
Foto: Aji Styawan/Antara
Sebuah kapal tongkang pengangkut batu bara berlabuh di wilayah perairan Zona Konservasi Taman Nasional Karimunjawa, Jepara, Jawa Tengah, Senin (9/12). Revisi UU Minerba telah masuk dalam prolegnas tetapi tak kunjung dibahas DPR.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Revisi UU Minerba yang saat ini masuk dalam prolegnas tak kunjung dibahas oleh DPR. Hal ini membuat kepastian investasi di sektor pertambangan bisa terganggu.

Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Bambang Gatot Ariyono menyampaikan kepastian investasi di sektor mineral dan batu bara tidak sebaik dibanding sektor minyak dan gas bumi (migas). Adapun kepastian tersebut mengenai kejelasan waktu perpanjangan ijin usaha bagi perusahaan tambang yang telah habis kontrak.

Bambang menjelaskan waktu perpanjangan usaha kontrak karya dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B) setelah 30 tahun berakhir masih belum mempunyai kepastian. Akankah diperpanjang kembali selama 20 tahun dengan jangka waktu 10 tahun pertama dan 10 tahun berikutnya seperti yang ada dalam undang undang minerba no.4 2009.

photo
RUU Minerba disetujui sebagai usulan DPR.

"Termasuk definisi waktu usaha yang mana 30 tahun setop atau 30 tahun plus 10 tahun atau dua kali 10 tahun seperti yang ditulis di undang-undang atau di dalam kontrak," ujar Bambang di Hotel Dharmawangsa, Rabu (11/12).

Lebih lanjut, ia pun kemudian membandingkan perpanjangan ijin usaha dengan sektor migas seperti di Blok Mahakam dan Blok Rokan yang dikelola oleh Pertamina. Menurutnya, sektor migas langsung mendapat kepastian perpanjangan selama 20 tahun dengan 2 dikalikan 10 tahun ketika kontrak 30 tahun berakhir.

"Berbeda dengan Blok Mahakam dan Rokan jelas 30 tahun. Dapat kesempatan dua kali 10, kita baru masuk 30 saja ramai bukan main," ujar Bambang.

Maka dari itu, menurut Bambang pengertian perpanjangan setelah kontrak 30 tahun berakhir sebetulnya tidak perlu ditulis dalam undang-undang dua kali 10 tahun. Bambang menyebut bahwa harus ada kepastian hukum perpanjangan untuk dapat menarik investasi.

"Atau 30 tahun saja atau kalau 10 atau ada hak perpanjangan. Di indonesia ini ada waktu luas maksimal sesuai uu ijin, kontrak tidak beda dengan ijin," kata Bambang.

Bambang mencontohkan izin usaha di sektor minerba negara lain tidak dibatasi waktu perpanjangan seperti di Kanada. Maka dari itu, dirinya berharap agar kepastian hukum di Indonesia mengenai aturan perpanjangan ijin usaha sektor  minerba harus jelas guna menarik investasi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement