Rabu 11 Dec 2019 17:14 WIB

Tahun Depan, Pemerintah Dorong Pembiayaan dari SBN Domestik

Penerbitan SBN domestik dilakukan sebagai mitigasi menghadapi ketidakpastian global.

Surat berharga negara
Foto: Tim Infografis Republika
Surat berharga negara

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan Luky Alfirman memastikan pemerintah akan mendorong pembiayaan dari penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) dari pasar domestik pada 2020. Upaya ini akan dilakukan sebagai mitigasi risiko dari sisi pembiayaan utang dalam menghadapi ketidakpastian global dan potensi perlambatan ekonomi.

"Kita akan melakukan pendalaman pasar SBN domestik serta memperluas basis investor domestik," kata Luky dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi XI di Jakarta, Rabu (11/12).

Baca Juga

Ia menjelaskan komposisi penerbitan SBN dalam rupiah bisa mencapai 80 persen. Sementara, sisanya diterbitkan dalam denominasi valuta asing sebanyak 20 persen.

"Penerbitan SBN dominan dalam mata uang rupiah agar tetap resilient terhadap gejolak nilai tukar. Penerbitan dalam valas seperti dolar AS, yen dan euro dilakukan sebagai pelengkap," kata Luky.

Berdasarkan jenis, penerbitan Surat Utang Negara (SUN) diproyeksikan mencapai 70 persen. Sementara, penerbitan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) atau sukuk negara sebanyak 30 persen pada 2020.

"Lelang SUN dan SBSN masing-masing sebanyak 22-24 kali sepanjang 2020 dan dilaksanakan setiap minggu secara bergantian," kata Luky.

Luky menambahkan pemerintah juga telah berupaya mengurangi pinjaman dari lembaga donor untuk mendukung proyek pembangunan dengan menambah peran investor domestik. "Kita ingin kurangi banyak pinjaman dan mengalihkan ke SBN, makanya selain neto pinjaman kita negatif, share pinjaman terus menurun selama 10 tahun ini, dan akan berlanjut di 2020," ujarnya.

Sebelumnya, pemerintah menargetkan pembiayaan dari SBN neto dalam APBN 2020 sebesar Rp 389,3 triliun. Pembiayaan ini lebih banyak didominasi oleh obligasi pemerintah dengan tenor jangka menengah panjang. 

Selain itu, pemerintah masih menargetkan pinjaman neto negatif Rp 37,5 triliun yang berasal dari pinjaman dalam negeri Rp 1,3 triliun dan pinjaman luar negeri negatif Rp 38,8 triliun. Pinjaman tersebut bersumber dari lembaga multilateral, bilateral, kreditor swasta asing dan lembaga penjamin kredit ekspor, dengan pinjaman baru rata-rata mempunyai tenor 10-15 tahun.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement