REPUBLIKA.CO.ID, BANDA ACEH -- Badan Pusat Statistik (BPS) Aceh menyatakan nilai ekspor kopi arabica gayo Provinsi Aceh periode Oktober 2019 mengalami penurunan. Penurunannya menjadi 5,6 juta dolar AS, dari sebelumnya rata-rata mencapai 10 juga dolar AS.
"Nilai ekspor kopi Aceh sebelumnya rata-rata 10 juta dolar AS per bulan. Sekarang justru turun hanya berkisar 5 juta dolar," kata Kepala BPS Aceh Wahyuddin di Banda Aceh, Kamis (5/12).
Menurut dia faktor penyebab turunnya nilai ekspor kopi provinsi paling barat Indonesia itu, akibat informasi yang beredar akhir-akhir ini bahwa kopi arabica gayo terkontaminasi dengan bahan kimia glyphosate. Akibatnya pemasaran kopi gayo ditolak pasar Internasional.
"Karena berita itu, informasi yang beredar terkait kopi Aceh yang mengandung zat kimia (glyphosate) pembersih kebun itu," katanya.
Ia menambahkan, sebenarnya tujuan utama ekspor kopi arabica tersebut ke Amerika Serikat dan Belgia. Namun akibat informasi tersebut kondisi ekspor kopi Aceh ke Amerika Serikat tetap stabil, tetapi menurun ke sejumlah negara di Eropa.
"Mudah-mudahan dengan gencarnya pemerintah promosi kopi Aceh ini ke luar negeri maka semakin banyak ekspor kopi kita ini luar negeri," katanya.
Data BPS Aceh mencatat ekspor komoditas non migas asal Aceh pada Oktober 2019 mengalami penurunan sebesar 8,23 persen dibandingkan bulan September dengan total nilai ekspor 23,7 juta dolar AS. Kelompok komoditas terbesar yang diekspor pada bulan itu yakni bahan bakar mineral senilak 12,4 juta dolar AS. Kemudian komoditas kopi arabica dengan nilai ekspor 5,6 juta dolar AS, sedangkan pada September 2019 nilai ekspor mencapai 6,2 juta AS.
"Kopi arabica Aceh tujuan ekspor terbesar senilai 3 juta dolar AS yakni ke Amerika Serikat. Sedangkan bahan bakar mineral tujuan terbesar ekspor ke India, senilai 14 juta dolar AS," katanya.