REPUBLIKA.CO.ID, ENDE – Manajemen Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Sokoria yang berlokasi di Desa Sokoria, Kecamatan Ndona Timur, Kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur (NTT), bertekad bisa mengoperasikan pembangkit tersebut pada Februari 2020. Manager Unit Pelaksana Pembangkitan Flores PLN Lambok R Siregar mengungkapkan, panas bumi di Pulau Flores tersebut bakal menjadi salah satu penopang listrik di wilayah tersebut.
Lebih menarik lagi, jelas Lambok, PLTP Sokoria nantinya bisa menjadi salah satu andalan pemasok listrik yang bersumber dari energi baru dan terbarukan (EBT). Menurut dia, di Flores dan sekitarnya penggunaan energi baru dan terbarukan sudah mencapai 18,29 persen.
“Ditargetkan jumlahnya bisa mencapai 23 persen pada 2024 mendatang,” ungkap Lambok saat meninjau proyek PLTP Sokoria, Kamis (28/11) lalu.

Tenaga kerja PLTP Sokoria sedang menyambung pipa besar yang akan digunakan untuk menunjang operasional pembangkit tersebut. (Foto: Rakhmat Hadi Sucipto/Republika)
Lambok menuturkan, PLTP Sokoria secara bertahap akan memasok listrik untuk wilayah Ende, Pulau Flores, mulai Februari 2020. Saat ini pembangkit yang dikembangkan oleh PT Sokoria Geothermal Indonesia (SGI) tersebut masih dalam tahap proses penyelesaian konstruksi. Perkembangan pembangunannya sudah mencapai 50 persen.
Menurut Lambok, salah satu pasokan EBT terbesar memang berasal dari PLTP Sokoria. Totalnya bakal mencapai 30 megaWatt (mW) pada lima tahun mendatang. Pada tahap pertama, akan masuk ke sistem kelistrikan Flores sebesar 5,0 mW pada Februari 2020.
Head of Corporate Affair PT Sokoria Geothermal Indonesia Syahrini Nuryanti menyatakan, pihaknya sangat yakin mampu memenuhi target penyelesaian pembangunan PLTP Sokoria pada Februari 2020. Saat ini sudah memasuki tahap pembangunan dan konstruksi pembangkit.
Pengeboran sumur geothermal sudah dilakukan mulai 2017 lalu. “Saat ini totalnya sudah ada lima sumur yang dibor," jelas Syahrini.
Syahrini mengatakan, nantinya secara keseluruhan akan ada tujuh sumur geothermal yang dioperasikan untuk memasok pembangkit listrik. Perusahaan menargetkan kapasitas produksi PLTP Sokoria sebesar 30 mW. “Akan tercapai pada 2024 nanti,” ujarnya.
Di Flores, menurut Lambok, saat ini komposisi bauran energi untuk kelistrikannya yang berasal dari Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) sebesar 10,35 persen, Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) 48,7 persen, Pembangkit Listrik Tenaga Mesin dan Gas (PLTMG) 22,64 persen, Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) 0,56 persen, Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH) 4,28 persen, dan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) 13,44 persen. Khusus untuk pembangkit EBT, secara keseluruhan mampu menghasilkan listrik sebesar 20 mW. Daya mampu keseluruhan pembangkit di Flores mencapai 112 mW dari total kapasitas terpasang sebesar 190 mW. Beban puncaknya rata-rata mencapai 85 mW.
Untuk memasok kelistrikan Flores dan sekitarnya, jelas Lambok, PLN akan menuntaskan jalur transmisi di seluruh pulau yang mencapai 600 km. Transmisi ini akan menghubungkan kelistrikan mulai dari Larantuka sampai dengan Labuhan Bajo.
Kehadiran PLTP Sokoria, jelas Lambok, akan membantu menurunkan biaya pokok penyediaan (BPP) listrik, khususnya di wilayah Flores. Imbasnya, BPP di Nusa Tenggara juga akan ikut menyusut. “Biaya untuk PLTP Sokoria ini hanya 12 sen per kWh” ujar Lambok.
Dengan biaya 12 sen per kWh, ungkap Lambok, jelas tarif listriknya sangat terjangkau. BPP PLTP Sokoria ini lebih murah ketimbang BPP Flores yang rata-rata mencapai Rp 2.542 per kWh. Tingginya BPP tersebut sebagai imbas dari penggunaan PLTD yang masih mendominasi di wilayahnya.