Senin 02 Dec 2019 13:15 WIB

Disuntik Modal Sejak 2015, 7 BUMN Ini Masih Merugi

Tahun ini pemerintah menganggarkan penyertaan modal untuk BUMN Rp 20,3 triliun

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Nidia Zuraya
Menteri Keuangan Sri Mulyani (tengah) mengikuti rapat dengan Komisi XI DPR di kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (2/12/2019).
Foto: Antara/Ganang
Menteri Keuangan Sri Mulyani (tengah) mengikuti rapat dengan Komisi XI DPR di kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (2/12/2019).

 

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat, sebanyak tujuh BUMN masih merugi pada 2018 meski menerima bantuan suntikan modal dalam bentuk Penyertaan Modal Negara (PMN) sejak 2015. Mereka adalah PT Dok Kodja Bahari, PT Sang Hyang Seri, PT PAL, PT Dirgantara Indonesia, PT Pertani, Perum Bulog, dan PT Krakatau Steel.

Baca Juga

Tiap BUMN memiliki faktor merugi yang berbeda-beda. Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, Krakatau Steel misalnya, mengalami kerugian dikarenakan adanya beban keuangan selama konstruksi.

"Untuk PT DI, dikarenakan adanya pembatalan kontrak dan order yang tidak mencapai target," ujarnya dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR di Gedung DPR, Jakarta, Senin (2/12).

Sementara itu, PT PAL mengalami rugi karena adanya peningkatan beban lain-lain hingga tiga kali lipat akibat kerugian nilai tukar dan kerugian entitas asosiasi, yaitu PT GE Power Solution Indonesia.

Kerugian juga dialami oleh Perum Bulog. Penyebabnya, terdapat kelebihan pengakuan pendapatan atas penyaluran beras sejahtera (rastra) sehingga Bulog harus melakukan pembebanan koreksi pendapatan di tahun 2018.

PT Sang Hyang Seri dan PT Pertani memiliki faktor penyebab merugi yang sama. Yaitu, inefisiensi bisnis, beban bunga dan perubahan kebijakan pemerintah dalam mekanisme pengadaan benih. Terakhir, PT Dok Kodja Bahari merugi karena beban administrasi dan umum yang terlalu tinggi yakni 58 persen dari pendapatan.

Jumlah BUMN penerima PMN yang merugi pada 2018 tersebut mengalami peningkatan dibandingkan tahun sebelumnya, yaitu tiga BUMN. Tapi, apabila berkaca dari 2015 dan 2016 yang mencapai delapan BUMN, terjadi tren penurunan.

Sejak 2015, tren PMN terbilang dinamis. Sri menjelaskan, pada 2015, pemerintah menganggarkan Rp 65,6 triliun yang kemudian turun menjadi Rp 51,9 triliun pada 2016.

"Nilai yang sangat signifikan ini dalam rangka mendukung dan mengakselerasi, terutama program strategis nasional," tutur Sri.

Pada dua tahun setelahnya, 2017 dan 2018, besaran PMN mengalami penurunan. Sri menuturkan, penyebabnya adalah PMN memang difokuskan kepada beberapa proyek strategis nasional seperti PT KAI sebagai lanjutan untuk menyelesaikan proyek LRT.

Sementara itu pada tahun ini pemerintah menganggarkan Rp 20,3 triliun. Sri mengatakan, PMN ini diberikan kepada sejumlah BUMN, termasuk PT Hutama Karya  untuk proyek Tol Sumatera dan PT PLN guna pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement