REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti Indef yang berfokus pada ekonomi syariah, Izzuddin Al Faras beranggapan bahwa pemahaman masyarakat Indonesia terkait literasi keuangan syariah masih rendah. Hal tersebut menyebabkan masih banyaknya korban yang tergiur iming-iming palsu berkedok syariah.
"Itu salah satu penyebabnya," Kata dia ketika dikonfirmasi Republika.co.id, Sabtu (30/11).
Mengutip data OJK, dia mengatakan, hanya sekitar 8,1 persen penduduk Indonesia yang memahami transaksi Syariah pada 2016 silam. Hal tersebut cukup disayangkan. Pasalnya, kasus penipuan penjualan rumah syariah masih kerap kali terjadi.
Bahkan baru-baru ini Polda Metro Jaya telah mengungkap kasus serupa yang telah berjalan cukup lama, dari 2014 hingga 2019. Berdasarkan laporan kepolisian, kebanyakan korban ditipu dengan modus penjualan rumah syariah. Proses cicilan rumahnya diklaim tanpa riba. Bahkan, prosedurnya tanpa melalui pengecekan Bank Indonesia.
Faras memaklumi hal tersebut. Sebab, ada dua hal yang seharusnya dicek terlebih dahulu oleh masyarakat, sebelum melakukan transaksi keuangan syariah.
"Pertama, produk-produk keuangan syariah yang terdaftar dan diawasi oleh OJK, terdapat di website OJK," Katanya.
Kemudian, hal lainnya yang perlu diketahui adalah semua lembaga keuangan syariah memiliki dewan pengawas. Yang mana, masyarakat bisa melakukan pengecekan di website lembaga keuangan syariah tersebut.
"Namun kedua hal tersebut juga belum banyak diketahui dan dipahami oleh masyarakat," Papar dia. Sehingga masih sangat banyak yang tergiur dan terjebak dengan iming-iming syariah.