Kamis 28 Nov 2019 07:13 WIB

Pemulihan Serangan Siber, Indonesia Menang dari Asia Pasifik

Perusahaan di Indonesia lebih baik dalam memulihkan peringatan serangan siber

Rep: wartaekonomi.co.id/ Red: wartaekonomi.co.id
Keren...!! Soal Pemulihan Serangan Siber, Indonesia Menang dari Asia Pasifik. (FOTO: Cisco)
Keren...!! Soal Pemulihan Serangan Siber, Indonesia Menang dari Asia Pasifik. (FOTO: Cisco)

Warta Ekonomi.co.id, Jakarta -- Studi Cisco 2019 bertajuk Asia Pacific CISO Benchmark Study mengungkapkan perusahaan Indonesia menyelidiki 48 persen ancaman yang diterima, sedangkan di Asia Pasifik hanya 44 persen. Dari ancaman-ancaman yang diselidiki dan ternyata asli, sebanyak 41 persennya telah diatasi.

Berdasar laporan tersebut, perusahaan di Indonesia dinilai sudah bekerja lebih baik dalam memulihkan peringatan ancaman yang diterima dibandingkan dengan rata-rata perusahaan di Asia Pasifik yang hanya 38 persen.

Perusahaan Indonesia juga telah mengalami penurunan kerugian keuangan yang merupakan dampak dari pelanggaran siber. Di antara responden, 24 persen dari mereka mengatakan pelanggaran terburuk yang dialami dalam satu tahun terakhir telah menelan biaya lebih dari US$1 juta.

Baca Juga: Duh! Downtime di Indonesia Lebih Lama Dibanding Global

Hal ini menjadi penurunan yang besar di tahun lalu, ketika 54 persen perusahaan melaporkan dampak keuangan mereka yang mencapai US$1 juta atau lebih.

"Cybersecurity perlu jadi dasar dalam upaya digitalisasi apa pun. Walaupun kami melihat beberapa tren positif, namun masih banyak yang harus dilakukan untuk memastikan setiap bisnis siap menghadapi isu ini sebelum hal itu terjadi," ujar Managing Director Cisco Indonesia, Marina Kacaribu dalam keterangan tertulisnya, Rabu (27/11/2019).

Studi ini pun menggarisbawahi, penggunaan multi-vendor menambah kompleksitas bagi para profesional keamanan. Di Indonesia, persentase perusahaan yang menggunakan vendor lebih dari 10 telah menurun dari 41% pada 2018 menjadi 35% pada tahun ini.

Hal tersebut terlihat dari persentase perusahaan yang berusaha menangani peringatan dari berbagai vendor produk keamanan telah turun dari 87% pada 2018 menjadi 66% tahun ini.

Persentase tersebut juga lebih rendah jika dibandingkan dengan rata-rata perusahaan di tingkat regional (88%) dan global (79%). Secara keseluruhan, investigasi dan pemulihan peringatan keamanan terlihat lebih positif, dan tingkat kelelahan dalam menghadapi cybersecurity turun secara drastis.

Baca Juga: Peretasan Merajalela, Pebisnis Wajib Punya Keamanan Siber Tingkat Dewa

Kemungkinan penyebabnya adalah dorongan menuju otomatisasi untuk meningkatkan sumber daya manual, serta upaya konsolidasi dan integrasi dalam lingkungan multi-vendor yang meningkat secara keseluruhan. 

"Kompleksitas karena lingkungan multi-vendor dan meningkatnya kecanggihan bisnis dengan jaringan OT dan adopsi multi-cloud terus menantang praktisi keamanan di Asia Pasifik," ujar Direktur Cybersecurity Cisco Asean Kerry Singleton.

Sambungnya, "Ketika organisasi berupaya mengurangi dampak pelanggaran cybersecurity, mereka membutuhkan pendekatan yang sederhana dan sistematis terhadap keamanan yang solusinya adalah bertindak sebagai tim, belajar mendengarkan dan merespons sebagai unit terkoordinasi."

Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan Warta Ekonomi. Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab Warta Ekonomi.
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement