REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT CIMB Niaga Tbk memperkirakan sektor ritel mengalami pelemahan pada tahun depan. Hal ini dipengaruhi oleh pelemahan ekonomi global, sehingga menurunkan daya beli.
Chief Economist PT Bank CIMB Niaga Tbk Adrian Panggabean mengatakan sektor ritel dianggap lebih mampu bertahan ketimbang sektor lainnya. "Ritel memang agaknya turun. Tapi yang bertahan nampaknya ritel saja. Otomotif turun, KTA turun, kredit konsumsi turun, apartemen dan rumah turun," ujarnya saat acara Diskusi Bersama Chief Economist Cimb Niaga di Graha Cimb Niaga, Jakarta, Selasa (26/11).
Namun Andrian menyebut melemahnya sektor ritel tidak dipengaruhi oleh maraknya marketplace di Indonesia seperti platform belanja online. Kalau dilihat, omzet Hari Belanja Online Nasional (Harbolnas) rata-rata mencapai Rp 70 triliun, sementara konsumsi di GDP itu Rp 7.000 triliun.
"Sebetulnya Harbolnas (karena ada marketplace) itu belum (berpengaruh), ya," jelasnya.
Adrian juga menyebut melemahnya sektor ritel bukan disebabkan munculnya keberadaan fintech peer to peer (P2P) lending. Sebab fintech P2P lending menyasar masyarakat kelas yang berbeda dengan perbankan dan fokus pada kelas unbankable.
Berdasarkan catatan Adrian, pertumbuhan pinjaman mencapai Rp 300 triliun hingga Rp 400 triliun setiap tahun. Sementara akumulasi pinjaman fintech P2P lending hanya mencapai Rp 60 triliun.
"Lending turun karena diambil P2P? Tidak juga. Total akumulasi cuma Rp 60 triliun karena outstanding dia itu cuma Rp 10 triliun jadi Rp 60 triliun itu tidak ada apa-apa," ucapnya.