Senin 25 Nov 2019 13:04 WIB

Kemendag: Indonesia Hadapi Tujuh Kasus Tuduhan Antisubsidi

Indonesia menempati posisi keempat sebagai anggota WTO yang sering dituduh subsidi.

Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementrian Perdagangan (Kemendag) Indrasari Wisnu Wardhana (tengah). Menurut Kemendag, Indonesia menghadapi tuntutan antisubsidi dari  Amerika Serikat, Uni Eropa, dan India.
Foto: Republika/Imas Damayanti
Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementrian Perdagangan (Kemendag) Indrasari Wisnu Wardhana (tengah). Menurut Kemendag, Indonesia menghadapi tuntutan antisubsidi dari Amerika Serikat, Uni Eropa, dan India.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Perdagangan (Kemendag) menyebutkan bahwa saat ini Indonesia sedang menghadapi tujuh kasus tuduhan antisubsidi. Tujuh tuduhan antisubsidi ini datang dari Amerika Serikat, Uni Eropa, dan India.

Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kemendag Indrasari Wisnu Wardhana mengatakan, ketujuh kasus tuduhan anti subsidi tersebut, yakni dua kasus dari Amerika Serikat untuk produk biodiesel dan penggunaan turbin angin.

Baca Juga

Selanjutnya, dua kasus dari Uni Eropa untuk produk biodiesel dan hot rolled stainless steel sheet and oils. Sedangkan tiga kasus dari India untuk produk cast copper wire rods, flat stainless steel dan fiberboard.

"Estimasi nilai ekspor yang hilang minimal sebesar 1,25 miliar dolar AS per tahun apabila tujuh kasus ini dikenakan bea masuk antisubsidi," kata Indrasari pada Forum Bimbingan Teknis oleh Direktorat Pengamanan Perdagangan di Jakarta, Senin (25/11).

Indrasari menjelaskan bahwa Indonesia menempati posisi keempat sebagai negara anggota WTO yang paling sering dituduh subsidi setelah Cina, India, dan Korea Selatan, berdasarkan data WTO.

Sejak terbentuknya WTO pada 1995 hingga 2018, tercatat 541 kasus antisubsidi diinisiasi oleh negara-negara anggota WTO dan 24 kasus di antaranya atau sekitar 4,4 persen dilakukan kepada lndonesia.

Dari 24 tuduhan tersebut, terdapat 9 tuduhan yang diimplementasi menjadi penerapan Countervailing Measures. Kesembilan tuduhan tersebut berasal dari Amerika Serikat (6 kasus), Uni Eropa (2 kasus), dan Kanada (1 kasus).

Produk yang dikenakan bea masuk bervariasi mulai dari biodiesel, produk baja, produk kertas, dan produk tekstil. Kementerian Perdagangan bersama pemangku kepentingan berhasil menyelesaikan 15 kasus tuduhan sehingga tidak berakhir di pengenaan bea masuk antisubsidi.

Pada dasarnya WTO telah mengatur kebijakan subsidi secara detail dalam Agreement on Subsidies and Countervailing Measures (SCM). Subsidi diharamkan jika melibatkan kontribusi finansial dari pemerintah atau badan pemerintah negara pengekspor, adanya keuntungan, dan diberikan secara spesifik khusus untuk industri tertentu.

Selain itu, ada hubungan kausalitas di mana produk ekspor yang telah disubsidi dari negara tersebut terbukti merugikan industri domestik dari negara pengimpor. Peraturan WTO ini diturunkan melalui PP Nomor 34 Tahun 2011 Pasal 1 Ayat (2) mengenai Tindakan Imbalan.

"Beberapa contoh badan pemerintah yang pernah menjadi sasaran negara mitra dalam investigasi subsidinya karena dianggap 'memberikan' subsidi antara lain BPDP, KS, PTPN, PLN, Bank Exim dan ASEI. Saat ini Kementerian Perdagangan berkoordinasi dengan kementerian/lembaga dan badan pemerintah dimaksud sedang berupaya mematahkan tuduhan investigasi yang tengah berjalan tersebut," kata Indrasari.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement