REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perencana keuangan dari ZAP Finance Prita Ghozie menyebutkan, keuntungan tidak bisa dijadikan sebagai faktor dasar bagi seseorang untuk memilih antara investasi di pasar modal syariah dengan pasar modal konvensional. Sebab, tingkat profit keduanya tidak akan jauh berbeda.
Tapi, kondisinya akan berbeda apabila seseorang memang lebih fokus melihat keberkahan suatu investasi. Jangan sampai, Prita mengatakan, concern tersebut justru membuat calon investor setop untuk berinvestasi. "Kini sudah tersedia pasar modal syariah bagi mereka yang memang concern dengan hal itu," ujarnya dalam sesi diskusi Keluarga Berkah Investasi Syariah sebagai bagian dari acara Sharia Investment Week di Mainhall Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Sabtu (23/11).
Saat ini, Prita menjelaskan, calon investor maupun investor sebenarnya sudah dimanjakan dengan kemudahan mendapatkan informasi. Bahkan, Bursa Efek Indonesia (BEI) sekarang sudah memiliki konsep IDX Islamic yang dapat dimanfaatkan sebagai channel untuk berinvestasi secara syariah. Dengan berbagai kemudahan ini, ia bingung apabila masih ada orang yang 'maju mundur' untuk memulai berinvestasi.
Tapi, Prita mengatakan, sebaiknya dilakukan beberapa persiapan sebelum investasi. Paling utama, lakukan financial check up untuk memastikan kesehatan keuangan kita. "Apakah kita masih punya utang? Apakah pengeluaran lebih besar dari penghasilan? Apakah kamu punya dana darurat?" ucapnya.
Apabila sudah lolos, baru selanjutnya mengelola arus kas. Setidaknya, ada lima hak yang sudah harus dipenuhi. Yaitu, hak orang lain seperti zakat dan sedekah. Kedua, hak hidup masa sulit. Artinya, Prita menjelaskan, jangan semua pendapatan kita dibelikan saham di saat memenuhi kebutuhan hidup dasar saja masih susah.
Ketiga, hak hidup hari ini. Prita menekankan, membeli saham bukan berarti seseorang harus merelakan uang makannya di hari itu. Keempat, hak hidup masa depan. Kelima, hak masyarakat seperti membangun dunia usaha dan terlibat dalam kegiatan sosial.
Langkah selanjutnya, merencanakan keuangan. Tahapan awal, Prita mengatakan, seseorang harus menetapkan tujuan investasi. Apakah untuk pernikahan, membeli rumah atau menyiapkan dana pendidikan untuk anak. "Jangan asal beli saham, tapi kita tidak tahu mau apa. Oke aja sebenarnya, tapi salah," ujarnya.
Dengan mengetahui tujuan sedari awal, seseorang akan lebih mudah mengelola keuangannya untuk investasi. Termasuk, kapan ia harus mengambil dana tersebut dan langkah berikutnya setelah saham ataupun reksadana dicairkan.
Prita mengatakan, ada beberapa contoh tujuan saat berinvestasi syariah. Yaitu, rumah tinggal, dana darurat, dana membesarkan anak dan dana hidup masa depan. Apabila memungkinkan, dana usaha dan sosial juga bisa menjadi tujuan.
Setelah tahu tujuan, Prita menambahkan, baru menyusun strategi. Apakah kita mau menyisihkan sebagian pendapatan tiap bulan secara rutin atau hanya berinvestasi ketika ada bonus? Apabila sudah ditentukan, selanjutnya adalah memilih produk investasi yang kini beragam. "Apakah mau ke SBN (surat berharga negara) ritel, reksa dana atau saham langsung," ujarnya.
Tahapan selanjutnya, baru investasi. Setelah itu, Prita mengatakan, kita tetap harus melakukan monitor dan evaluasi terhadap produk yang dipilih. Apabila tumbuh positif, mungkin dapat ditambah secara nominal. Sebaliknya, jika tren terus menunjukkan ke arah negatif, maka investor harus mempertimbangkannya kembali.
Satu hal yang ditekankan Prita, imbal hasil dari investasi tidak akan cepat. Oleh karena itu, investasi kerap disebut sebagai produk jangka panjang. "Memasak mie instan saja butuh waktu lima menit, apalagi investasi," katanya.