Warta Ekonomi.co.id, Surakarta -- Rencana Samsung untuk mengalihdayakan (outsource) seperlima produksi ponsel pintarnya ke China tahun depan dapat membantunya bersaing dengan Huawei dan Xiaomi dengan biaya lebih rendah. Namun, strategi itu penuh dengan risiko.
Setelah menutup pabrik ponselnya terakhirnya di China pada Oktober lalu, Samsung diam-diam memindahkan produksi sejumlah perangkat Galaxy A ke pabrikan seperti Wingtech.
"Itu adalah strategi yang tak bisa Samsung hindari, tapi bukan strategi yang baik," kata narasumber yang menolak namanya disebutkan, dikutip dari Reuters, Senin (18/11/2019).
Baca Juga: Keok dari Huawei, Samsung Bakal PHK Karyawan China Besar-Besaran!
Sumber juga menyebutkan, Samsung berencana mengirim sekitar 60 juta ponsel buatan pabrik China (original design manufacturers/ODM) dari total 300 juta perangkat. Wingtech dan ODM lain juga memproduksi perangkat untuk banyak merek, seperti Huawei, Xiaomi, dan Oppo.
Para kritikus mengatakan, "strategi Samsung berisiko terhadap hilangnya kendali Samsung atas kualitas perangkat, bahkan menguntungkan saingan mereka."
Samsung tak boleh mengalami krisis kualitas lagi. Sebelumnya, produsen asal Korsel itu membatalkan pengiriman Galaxy Note 7 pada 2016 karena dilaporkan mudah terbakar. Perusahaan juga menunda peluncuran ponsel lipatnya tahun ini karena ada kecacatan pada layar.
Namun, dengan margin yang tipis untuk anggaran ponsel pintar, narasumber berujar, "Samsung tak punya banyak pilihan selain mengikuti langkah kompetitornya di China, demi mengurangi biaya."
Dalam pernyataan kepada Reuters, Samsung mengklaim telah memiliki jalur khusus untuk memproduksi ponsel di luar pabriknya. Sayangnya, pihaknya menolak mengatakan jumlah perangkat Samsung yang dibuat oleh ODM, berkilah kalau itu belum ditentukan.
Wingtech tidak menanggapi permintaan komentar.