REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Harga minyak berjangka naik hampir dua persen pada akhir perdagangan Jumat waktu AS atau Sabtu (16/11) pagi WIB. Kenaikan harga dipicu karena pernyataan dari pejabat tinggi AS meningkatkan optimisme untuk kesepakatan perdagangan AS-China. Namun, masih ada kekhawatiran peningkatan pasokan minyak mentah membatasi harga.
Minyak mentah Brent untuk pengiriman Januari naik 1,02 dolar AS atau 1,6 persen menjadi ditutup pada 63,30 dolar AS per barel. Sementara minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Desember naik 0,95 dolar AS atau 1,7 persen menjadi menetap di 57,72 dolar AS per barel.
Kedua harga acuan tersebut membukukan kenaikan mingguan kedua berturut-turut. Brent naik 1,3 persen dan WTI naik 0,8 persen. Menteri Perdagangan AS Wilbur Ross mengatakan dalam sebuah wawancara di Fox Business Network bahwa ada kemungkinan yang sangat tinggi Amerika Serikat akan mencapai kesepakatan akhir tentang kesepakatan perdagangan fase satu dengan China.
"Kami sampai ke detail terakhir sekarang," kata Ross.
Perundingan dagang AS-China dijadwalkan akan dilanjutkan dengan panggilan telepon pada Jumat waktu setempat. Laporan bulanan dari Badan Energi Internasional (IEA) membebani harga, setelah memperkirakan bahwa pertumbuhan pasokan non-OPEC akan melonjak menjadi 2,3 juta barel per hari (bph) tahun depan dibandingkan dengan 1,8 juta bph pada 2019, mengutip produksi dari Amerika Serikat, Brazil , Norwegia dan Guyana.
Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) mengatakan permintaan minyak mentahnya akan rata-rata 29,58 juta barel per hari tahun depan. Angka ini 1,12 juta barel per hari lebih rendah dibandingkan tahun 2019,.
OPEC dan sekutunya, yang dikenal sebagai OPEC + yang telah memotong pasokan tahun ini untuk menopang harga. Negara OPEC+ diperkirakan akan membahas kebijakan produksi mereka pada pertemuan 5-6 Desember di Wina. Kesepakatan produksi yang ada berakhir pada Maret.
Produksi AS terus meningkat. Produksi minyak mentah negara itu mencapai rekor 13 juta barel per hari bulan ini. Badan Informasi Energi AS (EIA) dalam proyeksi yang dikeluarkan pada Rabu (13/11) mengatakan produksi AS akan tumbuh lebih dari yang diperkirakan pada 2019 dan 2020.