Sabtu 16 Nov 2019 04:00 WIB

PPA Perkuat Investasi dan Pengelolaan NPL Himbara

Investasi terbesar ada pada sektor infrastruktur

Rep: Muhammad Nursyamsyi/ Red: Satria K Yudha
Direktur Utama PT Perusahaan Pengelola Aset (Persero) atau PPA, Iman Rachman dalam bincang media di the Gade Coffee & Gold, Kementerian BUMN, Jakarta, Kamis (24/10).
Foto: Republika/Muhammad Nursyamsyi
Direktur Utama PT Perusahaan Pengelola Aset (Persero) atau PPA, Iman Rachman dalam bincang media di the Gade Coffee & Gold, Kementerian BUMN, Jakarta, Kamis (24/10).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – PT Perusahaan Pengelola Aset (Persero) atau PPA berencana memperkuat investasi dan pengelolaan non-performing loan (NPL) atau kredit bermasalah bank-bank anggota Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) pada 2020.

 

"Rencana tersebut akan memperkuat peran PPA sebagai satu-satunya BUMN yang diberikan amanah untuk mengupayakan penyehatan BUMN serta membantu presistemik penyehatan perbankan," ujar Direktur Utama PPA Iman Rachman, di Jakarta, kemarin.

 

Iman menyampaikan, kegiatan investasi PPA menjadi prioritas mulai 2017 dengan meningkatnya penyertaan saham ke perusahaan-perusahaan lintas industri melalui anak usaha, yaitu PPA Kapital yang bertindak sebagai private equity. Namun, PPA tetap menjalankan penugasan restrukturisasi atau revitalisasi BUMN serta kegiatan usaha jasa advisory dan pengelolaan aset.

 

Iman menjelaskan, total investasi PPA hingga kuartal II 2019 sebesar Rp 3,1 triliun ditambah dengan pipeline kuartal IV 2019 mencapai Rp 3,9 triliun.

 

Iman mengatakan, investasi atau pembiayaan terbesar ada pada sektor infrastruktur melalui anak perusahaaan, yaitu PT Nindya Karya dan penyertaan saham melalui anak perusahaan yaitu PPA Kapital.

 

Selain melalui anak perusahaan, PPA berinvestasi pada perusahaan produsen polypropylene, perusahaan produsen gas alam, perusahaan pembangkit listrik tenaga mini hidro, perusahaan pengolahan produk perikanan, perusahaan transportasi udara (helicopter), hingga perusahaan produsen alumunium.

 

Iman menegaskan, PPA tidak hanya masuk ke perusahaan sehat atau sektor yang sedang diminati. "Kami mencari peluang sekaligus membantu perbankan dengan menangani NPLnya. PPA perlu kembali ke khitah sebagai perusahaan yang mengelola aset eks Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN)," ucap Iman. 

 

Saat ini PPA sudah memiliki dua anak perusahaan sebagai hasil pengelolaan NPL Bank Mandiri yaitu PT Bondi Syad Mulia yang bergerak di bidang galvanizing dan PT Rejeki Inti Logam yang bergerak di bidang aluminium.

 

"Ke depannya PPA akan menjalin kerja sama dengan bank-bank anggota Himbara lainnya," lanjut Iman. 

 

Untuk memenuhi kebutuhan modal untuk restrukturisasi atau revitalisasi BUMN dan ekspansi investasi, PPA mulai 2019 menghimpun tambahan pendanaan eksternal melalui pasar uang dan pasar modal. Iman mengungkapkan, PPA telah menerbitkan Medium Term Notes (MTN) pada awal November 2019 senilai Rp 750 miliar, terdiri atas Rp 300 miliar dengan tenor dua tahun dan Rp 450 miliar dengan tenor tiga tahun.

 

PPA juga dalam proses penerbitan Surat Berharga Komersial (SBK) yang rencananya akan terbit pada Desember 2019 senilai Rp 100 miliar dengan jangka waktu satu tahun. Penerbitan SBK saat ini masih dalam proses di Bank Indonesia. Pada 2020, PPA akan menerbitkan obligasi senilai Rp1 triliun dengan tenor 3, 5, 7 atau 10 tahun untuk memenuhi kebutuhan pendanaan jangka panjang.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement