REPUBLIKA.CO.ID, BANDAR LAMPUNG -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) memandang kenaikan iuran BPJS Kesehatan yang dilakukan per awal Januari 2020 merupakan satu-satunya solusi atas defisit yang semakin membengkak. Catatan BPJS Kesehatan, angka defisit berpotensi menyentuh angka Rp 32 triliun hingga akhir 2019.
Melalui Perpres nomor 75 tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan, pemerintah akan menaikkan iuran menjadi Rp 42.000 per bulan untuk kelas III, sebesar Rp 110.000 per bulan untuk kelas II, dan sebesar Rp 160.000 per bulan untuk kelas I.
"Ya kalau ini nggak dilakukan ya terjadi defisit. Defisit kan mau nggak mau iurannya harus dinaikkan. Gitu," kata Jokowi usai melakukan sidak di RSUD Dr Abdul Moeloek, Lampung, Jumat (15/11).
Jokowi menambahkan, defisit BPJS Kesehatan yang semakin membengkak disebabkan oleh salah pengelolaan. Menurutnya, perlu ada perbaikan tata kelola di internal BPJS Kesehatan yang perlu dilakukan.
"Sekali lagi kita kan sudah membayari yang 96 juta (jiwa). Total dibayar oleh APBN tapi di BPJS terjadi defisit itu karena salah kelola aja. Yang harusnya bayar pada nggak bayar. Artinya penagihan harus diintensifkan," jelas Jokowi.
Soal reformasi struktur di internal BPJS Kesehatan, Jokowi masih belum mau berkomentar. Menurutnya, target utamanya adalah memastikan pelayanan BPJS Kesehatan benar-benar optimal di lapangan.
"Ini, ini, saya ke lapangan dulu. Saya mau lihat ini dulu, fase penggunaan BPJS seperti apa," kata Jokowi.