REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Korea Selatan (Korsel) menjadi salah satu negara paling potensial bagi ekspor perikanan Indonesia. “Paling tidak, ada tiga alasan utama mengapa Korsel menjadi salah satu negara paling menjanjikan bagi Indoesia untuk meningkatkan ekspor perikanan,” kata pakar kelautan dan perikanan, Prof Dr Ir Rokhmin Dahuri MS pada “2019 International Seafood Trade Forum” yang diadakan Korea Maritime Institute di Hotel Pullman Jakarta, Kamis (14/11).
Alasan pertama, kata Rokhmin, Korsel adalah negara maju dan kaya dengan konsumsi ikan per kapita yang sangat tinggi. “Tingkat konsumsi ikan rakyat Korsel mencapai 51,8 kg/kapita/tahun,” kata Rokhmin yang membawakan makalah berjudul “Structure of Seafood Trade and Strategies to Enhance Cooperation Between Indonesia and Korea”.
Kedua, kata Guru Besar Kelautan dan Perikanan IPB University itu, Korsel adalah importir produk ikan dan perikanan terbesar kesembilan di dunia dengan tren yang meningkat.
“Ketiga, Indonesia dan Korea telah menandatangani MoU sebagai mitra strategis khusus sejak 2017,” kata Rokhmin dalam rilis yang diterima Republika.co.id.
Prof Dr Ir Rokhmin Dahuri.
Ketua Umum Masyarakat Akuakultur Indonesia (MAI) itu mengungkapkan strategi bagi Indonesia untuk mendorong ekspor perikanan ke Korea meliputi: (1) meningkatkan daya saing produk perikanan dan perikanan (mutu terbaik, harga relatif lebih murah, dan pasokan reguler dan berkelanjutan); dan (2) memenuhi semua persyaratan yang fair seperti keamanan pangan, keterlacakan, dan keberlanjutan.
“Selain itu, Indonesia harus meningkatkan penetrasi pemasaran ke konsumen dan pasar Korsel melalui berbagai cara, seperti partisipasi dalam Busan Seafood Expo,” kata mantan menteri kelautan dan perikanan di era Kabinet Gotong Royong (2001-2004) itu.
Sementara strategi untuk menarik investasi Korsel ke Indonesia, kata Rokhmin, meliputi: (1) melonggarkan hambatan tarif dan non-tarif; (2) investasi di bidang akuakultur, industri pengolahan ikan, dan industri bioteknologi akuatik di Indonesia; dan (3) peningkatan ekspor produk perikanan khusus (mempunyai keunikan), peralatan dan teknologi inovatif (industri 4.0) ke Indonesia.
“Indonesia juga harus memperkuat koperasi dalam bidang pendidikan, pelatihan, dan litbang di bidang perikanan dan yang terkait dengan laut,” ujar Duta Kehormatan Jeju Islands dan Busan Metropolitan City, Korsel.
Rokhmin memaparkan, pada tahun 2016, total produksi ikan Korsel mencapai 3,255 juta ton, sedangkan total konsumsi ikan rakyat Korsel mencapai 2,9 juta ton.“Berdasarkan total produksi di atas dan total konsumsi ikan, Korsel mengalami surplus ikan. Namun, Korsel masih mengimpor ikan sebagai bahan baku untuk industri pengolahan ikan,” paparnya.
Suasana "2019 International Seafood Trade Forum" yang diadakan oleh Korea Maritime Institute.
Ia juga menegaskan, perdagangan memainkan peran utama dalam sektor perikanan dan akuakultur di negara mana pun di dunia sebagai pencipta lapangan kerja, pemasok makanan, penghasil pendapatan, keamanan pangan dan gizi, dan kontributor pertumbuhan dan pembangunan ekonomi. “Ini terutama berlaku untuk negara-negara berkembang, termasuk Indonesia,” tuturnya.
Indonesia, kata Rokhmin, adalah produsen ikan terbesar kedua di dunia, setelah China. Namun, Indonesia sejauh ini hanya pengekspor ikan dan produk perikanan terbesar ke-14 di dunia.
“Ini berarti Indonesia memiliki ruang besar untuk meningkatkan volume dan nilai ekspor perikanan untuk menjadi yang terbesar kedua di dunia setelah Cina, menggantikan Vietnam,” kata Rokhmin.
Saat ini, sekitar 50.000 orang Korsel tinggal di Indonesia, sedangkan sekitar 60.000 orang Indonesia bekerja dan tinggal di Korsel. “Data terbaru menunjukkan bahwa Indonesia adalah mitra dagang terbesar ke-10 Korea Selatan, sedangkan Korea Selatan adalah mitra dagang terbesar ke-6 di Indonesia,” papar Rokhmin Dahuri.