Kamis 07 Nov 2019 23:45 WIB

Kemudahan Investasi Masih Jadi PR Pemerintah

Investasi dan ekspor menjadi kunci utama.

Rep: Muhammad Nursyamsi/ Red: Muhammad Hafil
Investasi (Ilustrasi))
Investasi (Ilustrasi))

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Direktur Program Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Esther Sri Astuti menyebut sejumlah pekerjaan rumah yang harus dilakukan pemerintah menghadapi kondisi perekonomian saat ini. Dua kunci utama yang perlu dimaksimalkan ialah investasi dan ekspor.

Berdasarkan data dari World Investment Report 2019, kata Esther, Foreign Direct Investment (FDI) atau investasi langsung luar negeri ke negara-negara maju mengalami penurunan drastis, namun justru stabil kepada negara-negara berkembang.

Baca Juga

Esther memaparkan total nominal investasi langsung mencapai 1,297 miliar dolar AS, dengan rincian 567 miliar dolar AS ke negara maju dan 34 miliar dolar AS untuk negara-negara transisi.

"Paling besar ada di negara berkembang yakni 706 miliar dolar AS, artinya 54 persen kue yang beredar di ekonomi global itu negara berkembang," ujar Esther dalam konferensi pers bertajuk "Antisipasi Risiko Resesi: Kinerja Ekonomi Triwulan III 2019" di Restoran Rantang Ibu, ITS Office Tower, Pejaten Timur, Jakarta, Kamis (7/11).

Esther menyampaikan, jumlah investasi langsung ke Indonesia relatif besar yakni 22 miliar dolar AS dan menempatkan Indonesia di posisi 18 sebagai negara penerima investasi langsung. Untuk kategori Asia, Indonesia berada di peringkat lima, di bawah Cina, Hong Kong, Singapura, dan India.

Dalam data tersebut, kata Esther, Cina menjadi negara yang paling banyak menanamkan investasi langsung di Indonesia disusul Hong Kong, AS, Jepang, Singapura, Inggris Raya, Belanda, Jerman

Afsel, dan Korsel.

Namun, kata Esther, dari sisi kemudahan berbisnis, Cina menempati peringkat 46, Hong Kong di nomor empat, Singapura peringkat dua, India nomor 77, dan Indonesia berada di peringkat 73. Posisi Indonesia, kata Esther, begitu stagnan di peringkat tersebut.

"Kenapa kita stabil di peringkat 73 karena kita punya banyak PR yang belum terselesaikan," kata Esther.

Esther menjelaskan sejumlah persoalan yang masih dihadapi Indonesia meliputi proses perizinan masih lama, perizinan kontruksi, tarif listrik yang mahal, pajak, hingga proteksi kepada investor.

Esther menyebut lima prioritas presiden seperti penyederhanaan segala bentuk kendala regulasi, penyederhanaan birokrasi, pembangunan infraturtur, pembangunan SDM, dan transformasi ekonomi merupakan hal yang tepat. Esther berharap arahan presiden dapat diimplentasikan dengan segera di lapangan. 

"PR pemerintah untuk perbaiki iklim investasi relatif berat maka untuk menghhadapi resesi, saya rasa perbaikan investasi dan investor memang salah satu faktor fundamental yang harus dijaga," ungkap Esther.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement