REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Wishnutama mengaku geram melihat birokrasi sektor pariwisata dan ekonomi kreatif (parekraf) yang cukup rumit di Indonesia. Ia mengatakan, salah satu prioritas yang ingin dilakukan lembaganya adalah penyederhanaan alur birokrasi dan regulasi yang bisa menghambat pertumbuhan industri.
"Saya agak emosi dengan birokrasi. Ribet, padalah saya ingin santai saja, kalau birokrasi lebih santai pikiran kita lebih terbuka. Pariwisata dan ekonomi kreatif adalah sektor ekonomi yang berkelanjutan dan harus dihargai," kata Wishnutama dalam Dialog Nasional Ekonomi Kreatif, Kamar Dagang dan Industri Indonesia di Jakarta, Kamis (7/11).
Wishnutama mengatakan, penyederhanaan birokrasi dan regulasi akan lebih mudah dilakukan karena adanya penyatuan dua lembaga. Yakni Kementerian Pariwsata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) dan Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Barekraf).
Namun, pihaknya enggan mencontohkan birokrasi yang menurutnya berbelit-belit. Ia mengatakan masih menelusuri lebih dalam celah-celah birorkasi yang dapat dibenahi. Menurut Wishnutama, karena birokrasi menyangkut hal yang kompleks dan banyak kepentingan, dirinya akan melakukan upaya penyederhanaan dengan lebih hati-hati.
"Saya rasa masalah utamanya ini soal komunikasi dan koordinasi saja. Saya rasa akan lebih mudah kalau kita perbaiki," ujarnya.
Lebih lanjut, Wishnutama mengatakan, Kemenparekraf maupun Barekraf dalam lima tahun ke depan harus memperkaya big data yang dimiliki setelah birokrasi lebih efisien. Itu agar kebijakan di sektor parekraf bisa sesuai dengan tuntutan zaman dan keinginan konsumen global.
"Dengan fleksibilitas yang tinggi, maka implementasi segala sesuatu akan lebih cepat lagi," katanya menambahkan.
Oleh sebab itu, ke depan, pihaknya memandang fokus pemerintah bukan lagi soal kuantitas kunjungan wisatawan yang ditunjukkan dari angka-angka. Akan tetapi, seberapa besar kualitas dari wisatawan itu sendiri serta dampak yang diterima oleh masyarakat.
Wishnutama pun mencontohkan perbandingan antara Indonesia dengan Selandia Baru. Indonesia, bisa mencapai angka kunjungan wisatawan asing hingga 15,8 juta pada tahun lalu tapi angka average spending per arrvial (ASPA) atau konsumsi turis masih sekitar 1.220 dolar AS per orang per kunjungan.
Berbeda jauh dengan Selandia Baru yang hanya bisa mendapatkan 4 juta kunjungan wisatawan per tahun, tapi rata-rata tingkat ASPA telah mencapai 5.000 dolar AS per orang per kunjungan.
Untuk menuju itu, maka kualitas destinasi pariwisata mutlak ditingkatkan dengan memanfaatkan bidang ekonomi kreatif. Sumber daya manusia Indonesia saat ini yang menggeluti bidang ekonomi kreatif diperlukan untuk meningkatkan daya tarik wisata. Itu sebabnya, pemerintah perlu cara kerja yang tidak terbirokratisasi agar sinergi antara pariwisata dan ekonomi kreatif terbentuk.