Selasa 05 Nov 2019 06:09 WIB

LPS: Likuiditas Perbankan Masih Baik

Sejauh ini tidak ada ancaman kenaikan suku bunga global yang memperketat likuiditas.

Rep: Retno Wulandhari/ Red: Friska Yolanda
Kepala Eksekutif Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Fauzi Ichsan menyampaikan materi saat Seminar Internasional bertajuk 'Facing Softening Global Economy: The Need to Strengthen Bank Resolution Preparedness' di Nusa Dua, Badung, Bali, Rabu (21/8/2019).
Foto: Antara/Fikri Yusuf
Kepala Eksekutif Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Fauzi Ichsan menyampaikan materi saat Seminar Internasional bertajuk 'Facing Softening Global Economy: The Need to Strengthen Bank Resolution Preparedness' di Nusa Dua, Badung, Bali, Rabu (21/8/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Eksekutif LPS Fauzi Ichsan mengatakan likuiditas perbankan masih baik di tengah kondisi perekonomian global yang tidak pasti ini. Bahkan, Fauzi menyebut, likuiditas perbankan Indonesia jauh lebih layak dibandingkan negara-negara lain. 

Menurut Fauzi, hal tersebut tercermin dari suku bunga acuan bank sentral di sejumlah negara. Bank sentral Amerika Serikat, The Fed, sudah menurunkan suku bunga acuan sebanyak 75 bps dari 2,5 persen menjadi 1,75 persen. 

Baca Juga

Demikian pula suku bunga acuan bank sentral Eropa, Cina dan Jepang yang tetap stabil. Sehingga suku bunga global hingga setahun ke depan akan tetap rendah. 

"Untuk sementara ini tidak ada ancaman kenaikan suku bunga global tajam yang akan memperketat likuiditas global," kata Fauzi, Senin (4/11). 

Dengan rendahnya suku bunga global, menurut Fauzi, itu artinya investor global akan semakin enggan untuk memarkir dana mereka di aset dolar AS. Sehingga, dana investor global ini akan tertarik ke negara-negara yang suku bunganya masih tinggi termasuk Indonesia. 

"Dengan masuknya aliran modal ke pasar obligasi Indonesia, otomatis imbal hasil akan turun. Hasilnya, likuiditas pun akan membaik," kata Fauzi. 

Likuiditas membaik ini juga ditopang oleh kondisi nonperforming loan (NPL) yang masih aman yaitu di level 2,6 -2,7 persen. Fauzi mengungkapkan, pada waktu krisis global 2008 dan resesi global 2009, NPL Indonesia bahkan lebih tinggi dari itu. 

Fauzi melihat, NPL di kuartal IV tidak akan mengalami perubahan yang signifikan. Hal tersebut lantaran pertumbuhan ekonomi Indonesia yang masih terbilang stabil di level 5,0 persen sampai 5,1 persen. 

"Yang menjadi support buffer perbankan itu kan prtumbuhan ekonomi ditambah turunnya suku bunga global dan suku bunga rupiah, serta stabilnya KUR," terangnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement