REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Universitas Indonesia (LPEM UI) menyatakan sektor manufaktur di Tanah Air masih belum bergeliat. Dalam lima tahun terakhir, pertumbuhan lapangan kerja pada sektor itu pun melambat.
"Salah satu faktor signifikannya yakni UMP (Upah Minimum Provinsi). Setiap UMP naik satu persen, maka menurunkan employee sekitar 0,2 persen," ujar Kepala kajian Makro LPEM UI Febrio Nathan Kacaribu dalam konferensi pers di Jakarta, Senin, (4/11).
Kenaikan UMP, menurutnya, akan menambah beban para pengusaha, sebab biaya produksi terus meningkat. Dengan begitu perusahaan harus memilih antara mengurangi produksi atau mengurangi tenaga kerja.
"Jadi jumlah orang kerja berkurang bukan bertambah terutama di perusahaan kecil. Perusahaan kecil paling terkena dampak," kata Febrio.
Maka ia menilai, besaran UMP harus dipikirkan ulang. "Pemerintah bersama pengusaha dan serikat pekerja perlu duduk bersama dengan kepala dingin, jangan depankan ego," katanya.
Dirinya menegaskan, pemerintah jangan hanya terpaku pada kenaikan UMP. Pasalnya, kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) juga perlu ditingkatkan.
Sebelumnya, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) memutuskan kenaikan UMP pada 2020 sebesar 8,51 persen. Hal itu berdasarkan Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan Nomor B-m/308/HI.01.00/X/2019 tanggal 15 Oktober 2019 tentang Penyampaian Data Tingkat Inflasi Nasional dan Pertumbuhan Produk Domestik Bruto Tahun 2019.