Sabtu 02 Nov 2019 17:20 WIB

Dari Kayu Bakar ke Jaringan Gas

Dengan memanfaatkan jaringan gas, warga lebih hemat pengeluaran sehari-hari.

Rep: Intan Pratiwi/ Red: Friska Yolanda
Station Jaringan Gas Bumi: Petugas memeriksa Regulating Station jaringan gas bumi untuk rumah tangga (Jargas) di Kota Probolinggo, Selasa (5/3).
Foto: Republika/Dadang Kurnia
Station Jaringan Gas Bumi: Petugas memeriksa Regulating Station jaringan gas bumi untuk rumah tangga (Jargas) di Kota Probolinggo, Selasa (5/3).

REPUBLIKA.CO.ID, PASURUAN -- Di era serba cepat dan digital, masih ada warga yang memakai kayu bakar sebagai bahan bakar memasaknya. Hal ini yang membuat PT Perusahaan Gas Negara (PGN) mencoba mengubah kebiasaan lama masyarakat yang usang ini. 

Ani Kustiyani (40 tahun), warga Desa Panggung Rejo, Pasuruan sebelumnya harus mencari kayu bakar dan ranting kering untuk bisa membuat dapurnya ngebul. Sejak Maret 2018, Ani beralih menggunakan jaringan gas (jargas) rumah tangga yang dipasok oleh PGN.

Baca Juga

Ani menjelaskan ketergantungan warga sekitar atas kayu bakar memang sudah lama. Selain karena budaya warga desa yang kerap memilih kayu bakar agar lebih hemat, kayu bakar merupakan salah satu bahan bakar yang cukup terjangkau bagi warga desa. Sayangnya, kebiasaan ini makin ke sini makin dirasa sulit oleh warga. 

"Sekarang cari kayu bakar itu susah. Kadang, kalau beli 20 ribu seikat, bisa buat dua minggu," ujar Ani kepada Republika.co.id, pekan lalu.

Ani menjelaskan selain sudah sulit mendapatkan kayu bakar, kesulitan lainnya yang harus dihadapi warga adalah membersihkan sisa abu abu kayu bakar dan juga asap yang kadang membuat dirinya harus memilih jam jam memasak. "Kalau habis mencuci baju nggak bisa masak, nanti bajunya kemebul," kelakar Ani.

Pascaprogram pembangunan Jargas Rumah Tangga oleh PGN, Ani merasa gaya baru memasak ini menjadi solusi yang ramah di kantong juga kekinian. "Lebih irit sih kalau saya menilainya memakai gas ini. Lebih bersih juga, kalau pakai kayu bakar jadi cemong," tutur Ani.

Hal yang sama juga diceritakan oleh Yeti (52). Selain harus memakai kayu bakar, masyarakat mempunyai opsi memakai minyak tanah. Sayangnya, saat ini harga minyak tanah yang mahal jadi sulit dijangkau oleh masyarakat. Namun, apabila persediaan kayu bakar habis, mau tak mau warga harus membeli minyak tanah.

"Kalau kayu bakar susah, biasanya pakai serabut kelapa dan keranjang itu. Kalau susah semuanya, beli minyak tanah, tapi mahal," ujar Yeti.

Untuk bisa mendapatkan kayu bakar, Yeti biasa merogoh kocek hingga Rp 35.000 untuk satu ikat kayu beserta serabut kelapa. Namun, apabila persediaan menipis terpaksa Yeti harus merogoh kocek hingga Rp 70 ribu untuk membeli minyak tanah yang habis dipakai selama dua pekan.

Ani dan Yeti pun kemudian memilih untuk bisa melepas ketergantungannya akan kayu bakar dan minyak tanah. Mereka pun bersama warga desa mendapatkan informasi jaringan gas rumah tangga dari sosialisasi PGN ke desa mereka. 

Dibandingkan memakai kayu bakar atau minyak tanah, Ani mengaku lebih memilih memakai gas dari PGN. Ia pun menilai biaya yang harus dikeluarkan tak terlalu besar. Ia membayar antara Rp 40-60 ribu setiap bulan untuk pemakaian jargas PGN.

Kelurahan Karanganyar ditempati oleh sekitar 2.000 kepala keluarga (KK). Sekretaris Lurah Karanganyar Yeti Hayuni, menjelaskan 90 persen warganya sudah memakai jargas PGN.

Pendataan awal warga dilakukan pada 2018, mengingat jargas PGN merupakan penugasan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) kepada PT PGN. Sosialisasi saat itu dilakukan PGN, kemudian diteruskan oleh perangkat daerah setempat ke Kelurahan Karanganyar.

"Pertama-tama ada yang takut karena memang baru," kata Yeni menyampaikan kesan warga pertama kali memakai jargas PGN. 

Sekarang, sebagian besar warga Karanganyar telah menikmati manfaatnya. Distribusi jargas PGN ke wilayah Probolinggo-Pasuruan dipasok dari stasiun gas bumi offtake Kalisogo, Sidoarjo dan offtake Semare, Pasuruan.

Total, ada 8.150 sambungan rumah tangga sesuai penugasan Pemerintah melalui Kementerian Energi Sumber Daya dan Mineral (ESDM) ke PT Pertamina (Persero) melalui sub holding gas PGN.

Plt Dirjen Migas, Djoko Siswanto menerangkan, jargas di Probolinggo dan Pasuruan terbagi menjadi 11 sektor, dengan perincian di Kabupaten Probolinggo sebanyak lima sektor sementara sisanya di Pasuruan. Sementara untuk memenuhi kebutuhan 8150 sambungan rumah tangga itu, dialokasikan sebesar 0,2 MMSCFD yang bersumber dari Husky CNOOC Madura LTd.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement