REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direksi BUMN tak perlu khawatir mengambil keputusan sepanjang memenuhi prinsip Business Judgement Rule (BJR) dan tidak melanggar aturan yang berlaku. Kompleksitas yang dihadapi BUMN dikarenakan banyaknya regulasi yang harus ditaati serta risiko terjadinya kerugian negara.
Hal itu mengemuka dalam diskusi panel bertajuk “Keputusan Bisnis & Tindak Pidana Korupsi dalam Pengelolaan Perseroan BUMN” yang digelar SIP Corp di Jakarta, Rabu (30/10). Acara dihadiri banyak peserta dari kalangan BUMN perbankan dan asuransi.
Tidak ada kode iklan yang tersedia.“Jadi kepada direksi dalam melangkah, harap perhatikan prinsip-prinsip Good Corporate Governance, mitigasi risiko, serta regulasi-regulasi yang ada, sebagai rambu-rambu dalam mengambil keputusan,” ujar mantan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Noor Rachmad.
Dari sudut pandang pidana, Noor menyatakan, tindakan atau keputusan direksi yang menyebabkan kerugian negara perlu dilihat dari dua sudut. Pertama, terkait orangnya. Kedua terkait perbuatannya. “Perbuatan itu adalah perbuatan yang memenuhi rumusan delik yang ditentukan dalam UU, kemudian orangnya untuk mengetahui sifat batinnya,” ujar mantan pejabat kejaksaan ini.
Noor menjelaskan perbuatan yang sudah memenuhi rumusan delik, dan ada niat jahat atau mens rea dalam sifat batin itu, serta ada kesalahan yang dilakukan karena sengaja atau lalai, lalu tidak ada alasan pemaaf atau alasan pembenar terhadap tindakan orang itu, maka hal ini bisa dibawa ke pengadlian.
Kepala Sub Auditorat VII B.2 pada Badan Pemeriksa Keuangan, Yitno, memahami bahwa BUMN dan BUMD masuk dalam lingkup keuangan negara. “BPK memiliki kewenangan untuk menilai dan menetapkan jumlah kerugian negara, serta memberikan keterangan sebagai ahli dalam proses peradilan,” ujar dia.
Auditor BPK ini menceritakan banyaknya temuan di lapangan dalam memeriksa indikasi kerugian negara dalam pengadaan barang/jasa oleh BUMN. Dimulai sejak awal prosesnya, seperti penentuan HPS yang terlalu tinggi dan markup. “Dalam BPK tidak ada istilah pidana, melainkan istilah yang digunakan adalah kecurangan, yang biasanya ada unsur kesengajaan, baik disebabkan karena adanya kesempatan, tekanan, dan alasan pembenaran,” kata dia menjelaskan.
Direktur SIP Corp, Tri Hartanto mengatakan kompleksitas yang dihadapi BUMN disebabkan banyaknya regulasi yang harus ditaati serta risiko terjadinya kerugian negara. Sementara dari sisi bisnis dituntut memperoleh laba dan bersaing dengan perusahaan swasta yang sifatnya lebih fleksibel.
"Perlu campur tangan pemerintah dalam memangkas aturan-aturan yang bisa menghambat kinerja BUMN dan perlindungan terhadap direksi yang sudah menerapkan prinsip BJR," ujar Tri.