REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) bakal membuat lembaga kliring pengatur jalan tol di 2020. Fungsi lembaga tersebut nantinya fokus untuk menangani penyesuaian tarif tol secara merata di Indonesia setiap tahun.
Kepala BPJT Danang Parikesit mengatakan, pembuatan lembaga kliring jalan tol guna mendukung kepastian iklim bisnis serta menciptakan keadilan antara pengguna jalan tol dan investor. Untuk tahap awal, fokus lembaga kliring akan menentukan kebijakan tarif dan kepastian pengembalian investasi.
"Kebijakan tarifnya disusun, kita fokuskan pada pengembalian investasi," kata Danang, di Menara Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin), Jakarta, Selasa (29/10).
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menargetkan pembangunan jalan tol dalam lima tahun ke depan sepanjang 2.500 kilometer (km). Jumlah tersebut diprediksi bakal menelan investasi sekitar Rp 250-375 triliun. Dalam periode ini, pemerintah menekankan peran swasta dan capaian investasi dibandingkan dengan BUMN karya.
Ambisi pemerintah dalam menetapkan target pembangunan jalan tol dipertanyakan, terutama dari akses pembiayaan. Danang mengakui bahwa dalam periode saat ini peran BUMN karya porsinya tak akan sebanyak di lima tahun terakhir, untuk itu pemerintah membuka pembiayaan dari sektor swasta.
Seperti diketahui, dalam periode lima tahun lalu target pembangunan jalan tol sepanjang 1.500 km menelan dana sekitar Rp 1.000 triliun lebih. Dengan jumlah tersebut, estimasi biaya pembangunan jalan tol membutuhkan dana sebesar RP 100 miliar per km.
Dengan target pembangunan sebesar 2.500 km dalam lima tahun ke depan, artinya pemerintah perlu mengeluarkan energi besar untuk mencari pendanaan yang paling mungkin. Untuk itu hadirnya lembaga kliring merupakan salah satu opsi yang diajukan pemerintah guna membangun iklim usaha yang pasti.
Danang membeberkan bahwa nantinya lembaga kliring diproyeksi akan menjadi jembatan layanan publik, kebijakan pemerintah, serta kebutuhan investasi yang ada. Harapannya akan tercipta suatu kesinambungan yang menguntungkan bagi semua pihak.
"Kalau ada diskon tarif, uangnya dark mana? Ini kan enggak ada. Sementara kalau ada kebijakan pemerintah yang mau diajukan untuk kawasan logistik kasih bantuan ke industri angkutan misalnya, bisa kita lakukan," kata dia.
Penyesuaian tarif tol juga akan membuat biaya yang dikeluarkan tak melulu mahal. Dia menyebut ada kemungkinan tarif tol yang disesuaikan nanti bisa tertekan rendah. Pihaknya juga berkomitmen bakal memberikan kepastian bagi investor sesuai dengan kerja sama yang berlaku.
"Kalau janjinya dulu dibayar Rp 1.500, (kita pastikan) enggak ada lagi kurang. Begitu kira-kira fungsi lembaga kliring nanti," ungkapnya.
Sebelumnya, tarif tol Jakarta Outering Ring Road (JORR) 2 yang tertuang dalam Perjanjian Pengusahaan Jalan Tol (PPJT) sebesar Rp 1.700 per kilometer (km) sangat berbeda jauh dengan tarif tol dalam kota yang hanya Rp 200 per km. Danang mengakui bahwa masih ada ketimpangan tarif tol dalam kota dan penghubung ke luar kota.
Dia membeberkan harusnya kebijakan tarif tol dalam kota lebih mahal agar masyarakat lebih memilih menggunakan transportasi publik. Di sisi lain tarif tol menuju luar kota harus lebih murah ghna mendorong akses logistik yang lancar antarkawasan.
Di sisi lain, tarif tol menuju luar kota harus lebih murah karena untuk mendorong arus logistik lebih lancar dan cepat antarkawasan. Ke depan struktur tarif, kata dia, akan merefleksikan kebijakan-kebijakan yang ada.
Sekretaris Asosiasi Jalan Tol Indonesia (ATI) Krist Ade Sudiyono menyatakan pembentukan lembaga kliring jalan tol memang diperlukan. Akan tetapi pemerintah diingatkan agar pembentukan lembaga tersebut tidak menyinggung beberapa investasi yang sudah berjalan kondusif.
"(Lembaga kliring) bagian dari improvement. Tapi kita harus hati-hati karena ini menyangkut konsesi banyak pihak. Jangan sampai iklim investasi yang sudah ada malah mundur," ungkapnya.