Jumat 25 Oct 2019 14:02 WIB

Ini Dua Sosok Wamen BUMN yang akan Mendampingi Erick Thohir

Saat ini Kementerian BUMN mengurusi tata kelola 142 perusahaan milik negara.

Menteri BUMN Erick Thohir bersiap mengikuti foto bersama seusai pelantikan menteri Kabinet Indonesia Maju di Beranda Halaman Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (23/10/2019).
Foto: Antara/Wahyu Putro A
Menteri BUMN Erick Thohir bersiap mengikuti foto bersama seusai pelantikan menteri Kabinet Indonesia Maju di Beranda Halaman Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (23/10/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menunjuk dua orang untuk menjadi Wakil Menteri (Wamen) BUMN. Kedua sosok tersebut adalah Budi Gunadi Sadikin dan Kartika Wirjoatmodjo.

Untuk mengurusi tata kelola 142 BUMN dengan kepemilikan aset yang terakumulasi hingga Rp 8.092 triliun, Menteri BUMN Kabinet Indonesia Maju Erick Thohir mengusulkan beberapa Wakil Menteri untuk membantu tugasnya.

Baca Juga

Tidak heran, target yang diemban BUMN sebagai perpanjangan tangan negara memang cukup berat selama lima tahun ke depan, mulai dari membangun infrastruktur di Sabang hingga Merauke, mengembangkan energi dan sumber daya mineral, pemberdayaan Usaha Mikro Kecil dan Menengah, penyediaan kredit murah bagi masyarakat.

Kemudian, Erick juga perlu merealisasikan mimpi agar BUMN Indonesia menjadi pemain besar di rantai ekonomi global. Hal itu harus didukung Sumber Daya Manusia (SDM) yang mumpuni serta tantangan di iklim bisnis yang kompetitif.

Erick membutuhkan sosok wakil menteri yang sesuai 'selera' Presiden Jokowi. Cepat, muda, tidak monoton, rajin turun ke lapangan serta berkomitmen tinggi dengan visi misi Presiden.

1. Budi Gunadi Sadikin

photo
Budi Gunadi Sadikin

Budi Gunadi Sadikin merupakan sosok kelahiran tahun 1964 yang meraih gelar fisika nuklir dari Institut Teknologi Bandung pada tahun 1988. Ia juga meraih gelar pendidikan ekonominya dari Washington University, Amerika Serikat.

Dia mulai merintis IBM Asia-Pacific HQ, Tokyo pada tahun 1988, kemudian kembali ke Indonesia dengan jabatan terakhir sebagai System Integration and Professional Services Manager IBM Indonesia pada tahun 1994.

Budi kemudian menjabat sebagai General Manager Banking, Chief General Manager wilayah Jakarta, dan Chief General Manager bidang sumber daya manusia di Bank Bali (sekarang bank Permata).

Kemudian Budi Sadikin menjabat sebagai Senior Vice-President Director, Consumer and Commercial Banking, ABN AMRO Bank Indonesia & Malaysia hingga tahun 2004.

Selanjutnya dia bergabung dengan EVP, Head of Consumer Banking di Bank Danamon lalu Direktue Adira Quantum Multi Finance hingga tahun 2006.

Budi Sadikin kemudian ditunjuk sebagai Director, Micro & Retail Banking Bank Mandiri pada tahun 2006 dan diangkat sebagai CEO bank berpelat merah itu pada 2013 sampai dengan tahun 2016 hingga digantikan oleh Kartika Wirjoatmodjo.

Setelah tidak lagi menjabat sebagai Direktur Utama Bank Mandiri, Budi Sadikin kemudian diangkat menjadi staf khusus Menteri BUMN. Di tahun 2017, Budi Gunadi Sadikin kemudian harus melepas jabatannya sebagai staf khusus karena dilantik sebagai Direktur Utama PT Inalum oleh Menteri BUMN saat itu Rini Soemarno.

Saat memimpin di Bank Mandiri, Budi juga turut serta ketika empat bank yang tergabung dalam Himpunan Bank Milik Negara atau Himbara yakni Bank Mandiri, BNI, BRI dan BTN bersinergi dengan Jasa Marga meluncurkan Implementasi Pembayaran Elektronik Tol (e-toll) Nasional di tahun 2016.

2. Kartika Wirjoatmodjo

photo

Sementara Kartika Wirjoatmodjo atau yang akrab disapa Tiko memiliki rekam jejak yang cukup cemerlang dalam beberapa tahun terakhir. Saat dipercaya memimpin Bank Mandiri di 2015, Tiko memikul pekerjaan berat.

Alumni Rotterdam School of Management, Erasmus University, Belanda ini harus mempertebal biaya pencadangan untuk mengantisipasi kenaikan rasiko kredit bermasalah (Non-Performing Loan/NPL) karena tekanan ekonomi global pada 2015.

Pada 2016, dana pencadangan Bank Mandiri harus dinaikkan 100 persen menjadi Rp24,6 triliun dari Rp12 triliun di tahun 2015. Alhasil, dengan kenaikan biaya pencadangan itu, laba bersih Mandiri anjlok hingga 32,1 persen menjadi hanya Rp13,8 triliun

Namun, hanya membutuhkan waktu satu tahun, Tiko mengubah kelesuan itu.

Dengan membersihkan rasio kredit bermasalah, pada 2017, Tiko membalikkan keadaan dengan mengantongi laba bersih Rp20,6 triliun, atau naik 49,5 persen dibanding posisi 2016.

Keberhasilan Tiko membesut Bank Mandiri, memang buah dari perjalanannya di industri keuangan. Sebelum memimpin Bank Mandiri selama empat tahun delapan bulan, Tiko bertanggung jawab sebagai Direktur Keuangan Bank Mandiri.

Pria kelahiran Surabaya 18 Juli 1973 ini juga pernah menjabat di lebaga regulator sebagai Chief Executive Officer (CEO) di Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) selama satu tahun tiga bulan, pada tahun 2014-2015.

Beberapa jabatan lain juga pernah diembannya, sepertiDirektur Pelaksana Mandiri Sekuritas selama tiga tahun sejak tahun 2008. Jauh sebelumnya, pada 2000 dia pernah menjadi konsultan di The Boston Consulting Group, perusahaan yang bergerak di jasa konsultan manajemen.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement