Kamis 24 Oct 2019 17:44 WIB

Arah Kebijakan Menko Maritim dan Investasi Dipertanyakan

Perubahan nomenklatur Kemenko Maritim dinilai hanya untuk kepentingan investasi.

Rep: Muhammad Nursyamsi/ Red: Nur Aini
Mantan Menko Maritim Luhut Binsar Pandjaitan meninggalkan Kompleks Istana Kepresidenan di Jakarta, Selasa (22/10/2019).
Foto: Antara/Wahyu Putro A
Mantan Menko Maritim Luhut Binsar Pandjaitan meninggalkan Kompleks Istana Kepresidenan di Jakarta, Selasa (22/10/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) mempertanyakan kepentingan penamaan (nomenklatur) Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi.

Sekretaris Jenderal Kiara Susan Herawati mengatakan pengumuman struktur kabinet yang akan membantu kerja Presiden Joko Widodo mengisyaratkan karpet merah sebesar-besarnya pada investasi.

Baca Juga

"Hal ini tersirat pada penamaan (nomenklatur) kementerian yang sekarang ditambah menjadi Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi," ujar Susan dalam keterangan tertulis yang diterima Republika.co.id di Jakarta, Kamis (24/10).

Menurut Susan, penambahan nomenklatur tersebut memiliki implikasi hukum. Hal itu karena kementerian yang dijabat oleh Luhut Binsar Panjaitan memiliki kewenangan mengkoordinasikan serta mengurus berbagai kepentingan investasi. 

"Bagaimana mungkin kedaulatan Indonesia yang ditandai dengan kedaulatan di laut, disandingkan dengan kepentingan investasi," ucap Susan.

Menurut Susan, melalui nomeklatur tersebut, Pemerintahan Jokowi tak ubahnya mengirimkan pesan kepada masyarakat Indonesia, khususnya kepada masyarakat bahari, bahwa dalam waktu lima tahun kepemimpinannya laut akan dijadikan sebagai objek investasi skala besar. Susan merinci investasinya mulai dari industri pariwisata skala besar seperti yang ditunjukkan melalui proyek Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN), Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), Kawasan Industri (KI), Kawasan Perdagangan Bebas (KPB), dan Kawasan Pengembangan Pariwisata Nasional (KPPN).

"Semuanya akan dibangun di kawasan pesisir, laut, dan pulau-pulau kecil. Semuanya akan merampas ruang hidup masyarakat bahari, yang terdiri lebih dari delapan juta rumah tangga perikanan," ujarnya.

Menurut Susan, dengan nomenklatur Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi, Pemerintahan Joko Widodo telah berpotensi keliru dalam melihat Ocean scape dan paradigma pembangunan di wilayah pesisir, laut, dan pulau-pulau kecil.

"Pemerintahan Joko Widodo hanya melihat pesisir, laut, dan pulau-pulau kecil hanya sebagai objek investasi. Lebih jauh, hanya sebagai objek eksploitasi," ucap Susan.

Padahal, bagi Susan, seharusnya laut dipandang sebagai kekayaan bersama yang harus dikelola dengan pendekatan demokrasi ekonomi, yaitu dari masyarakat, oleh masyarakat, dan untuk sebesar-besar kemakmuran masyarakat bahari.

Susan mendesak Jokowi mengganti nomenklatur Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi menjadi Kementerian Koordinator Sumberdaya Alam dan Kebaharian. Susan mendorong Kementerian Koordinator Sumberdaya Alam dan Kebaharian bertugas memastikan konsep dan praktik pembangunan yang dijalankan adalah pembangunan yang berpusat pada manusia, dalam hal ini masyarakat bahari sekaligus berpusat pada keberlanjutan ekologis atau ekosistem laut, nelayan dan perempuan nelayan adalah tuan dan puan di lautnya sendiri.

"Masyarakat bahari menolak menjadi turis di lautnya sendiri," kata Susan menambahkan.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement