Rabu 23 Oct 2019 15:06 WIB

Menkeu Sebut Faktor Eksternal Tekan Pasar Keuangan Domestik

Pembahasan rencana keluarnya Britania dari Uni Eropa ikut mempengaruhi pasar.

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Friska Yolanda
Menteri Keuangan Sri Mulyani saat memberikan keterangan kepada media usai acara Serah Terima Memori Jabatan Menteri Keuangan dan Wakil Menteri Keuangan di Gedung Juanda Kemenkeu, Rabu (23/10).
Foto: Republika/Adinda Pryanka
Menteri Keuangan Sri Mulyani saat memberikan keterangan kepada media usai acara Serah Terima Memori Jabatan Menteri Keuangan dan Wakil Menteri Keuangan di Gedung Juanda Kemenkeu, Rabu (23/10).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebut bahwa faktor eksternal lebih banyak mempengaruhi iklim ekonomi nasional saat ini. Tekanan pada pasar keuangan, ujar Sri, lebih disebabkan pada pelemahan yang terjadi pada perekonomian global. Hal ini tercermin dari koreksi atas proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia oleh IMF dan Bank Dunia pada 2019 ini menjadi 5 persen. Padahal dalam laporan April lalu, proyeksi pertumbuhan ekonomi sempat disebut di angka 5,2 persen.

"Proyeksi yang tidak terlalu baik yang menyebutkan perekonomian dunia melemah dan terjadi downside risk. Itu mempengaruhi juga secara psikologis dan dari sisi rate dari investasi yang muncul. Kalau banyak proyeksi yg menggambarkan banyak pelemahan mungkin juga akan mempengaruhi confidence," ujar Sri usai menghadiri pelantikan menteri Kabinet Indonesia Maju di Istana Negara, Rabu (23/10).

Baca Juga

Selain itu, risiko eksternal masih berasal dari isu brexit yang terus berlarut. Pembahasan rencana keluarnya Britania Raya dari Uni Eropa ini, disebut Sri, juga ikut mempengaruhi pasar keuangan Asia, termasuk Indonesia.

Sementara itu, Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menilai formasi kabinet Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Ma’ruf Amin periode 2019-2024 dapat menjawab berbagai tantangan yang masih mewarnai perekonomian Indonesia. Ketua Umum Kadin Indonesia, Rosan P Roeslani mengatakan formasi kabinet baru dapat meminimalisir permasalahan defisit neraca berjalan, defisit neraca perdagangan, defisit anggaran belanja, masalah perizinan usaha, masalah kemiskinan, kualitas sumber daya manusia, fundamental struktural, seperti efisiensi dan produktivitas hingga lapangan kerja. 

"Terlebih lagi tantangan luar negeri mengenai ketidakpastian ekonomi global yang membuat ekspor Indonesia turun dan masih menekan perekonomian global," ujarnya.

Saat ini, menurut Rosan, para pelaku usaha global masih menunggu perkembangan perang dagang China dan AS terkait kesepakatan damai dagang fase satu pada November nanti. 

"Indonesia juga masih belum bisa mengambil peluang terkait perang dagang dua negara dan itu menjadi pekerjaan rumah pemerintah kita ke depannya," ucapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement