Warta Ekonomi.co.id, Jakarta -- Marak diberitakan bahwa pendiri dan Chief Executive Officer (CEO) Gojek, Nadiem Makarim, akan menjadi salah satu menteri dalam kabinet Presiden Joko Widodo. Meskipun jadwal pelantikan menteri belum pasti, Senin (21/10/2019), Nadiem terlihat datang ke Istana Merdeka untuk bertemu Presiden.
Setelah pertemuan itu, Nadiem mengatakan dia menerima tawaran presiden untuk bergabung dengan kabinet. Namun, Nadiem belum menjelaskan kementerian apa yang dimandatkan Jokowi kepadanya. Sebagai konsekuensi bergabungnya Nadiem ke kabinet, ia mengundurkan diri dari jabatannya sebagai CEO Gojek.
Baca Juga: Nadiem Mundur, Investor Selamati Juru Kemudi Baru Gojek
"Terhitung hari ini saya sudah sama sekali tidak ada posisi maupun kewenangan atau kekuasaan apapun di dalam Gojek," katanya menjawab pertanyaan wartawan di Istana.
Perhatian tentunya langsung mengarah pada Gojek, startup aplikasi transportasi online yang didirikannya pada 2010. Sebagai founder, Nadiem telah berperan menjadi peletak visi, pemimpin operasi, sekaligus juru bicara perusahaan. Bisa dibilang, kata-kata Nadiem-lah yang dipegang sebagai bond oleh investor. Bagaimana Gojek menyikapi pengunduran diri orang nomor satunya yang begitu mendadak?
Untuk diketahui, sejak didirikan, Nadiem telah menjadi wajah Gojek. Banyak investor, pelanggan, dan mita pengemudi melihat Nadiem sebagai bagian tak terpisahkan dengan kisah pertumbuhan perusahaan. Mengingat peran vital Nadiem sebagai pendiri, tidak heran jika sejumlah pengamat melihat kemungkinan transisi yang berkepanjangan yang berpotensi memperlambat pertumbuhan perusahaan.
“Visi dan energi seorang pendiri ibarat nyawa bagi startup yang masih sangat muda. Yang dilihat investor pertama kali ketika startup belum punya aset apapun untuk dijadikan jaminan adalah siapa pendirinya dan apakah sang pendiri itu orang yang bisa dipercaya," ujar Jianggan Li, CEO Momentum Works, investor venture capital di Asia Tenggara.
Diketahui, Li telah berinvestasi di sejumlah startup Indonesia. Di sisi lain, Gojek dikabarkan menghadapi kesulitan dalam ekspansi ke luar negeri. Menurut ABI Research, Gojek hanya memiliki 5 persen pangsa pasar di Singapura dan 10 persen pangsa pasar di Vietnam. Selain itu, ekspansi Gojek di Vietnam telah mengalami beberapa kesulitan dengan GoViet kehilangan dua CEO sejak awal pendiriannya.
Karena itu, menurut Li, perginya sosok pendiri dan CEO merupakan situasi yang sulit bagi setiap startup, terutama ketika Gojek berada dalam persaingan ketat dengan Grab dan menghadapi tantangan besar dalam ekspansi internasionalnya. Ini mungkin akan membuat kesulitan untuk Gojek dalam waktu dekat.
"Namun, kami percaya Pak Makarim di kabinet akan mendorong perkembangan yang sehat dan kompetisi yang adil untuk ekonomi digital Indonesia secara umum,” kata Li.
Sementara itu, Chief Corporate Affairs Gojek, Nila Marita, menyatakan Presiden Gojek, Andre Soelistyo, dan Co-Founder, Kevin Aluwi, akan memimpin perusahaan itu bersamaan sebagai Co-CEO. Andre menjadi Presiden sebagai bagian dari investasi Northstar Group di Gojek pada 2015. Sebelumnya, Andre pernah bekerja di fintech Kartuku yang diakuisisi Gojek pada 2017. Sementara, Kevin pernah bekerja bersama Nadiem di Zalora sebelum bersama mendirikan perusahaan ini.
Sampai selesai tanya jawab dengan media, Nadiem belum menjelaskan pos kementerian apa yang akan didudukinya. Ia hanya mengatakan bahwa Presiden Jokowi mengajak diskusi tentang reformasi birokrasi, inovasi, dan investasi. Masih harus dilihat apakah keputusan ini baik untuk unicorn terkemuka Indonesia itu.