Sabtu 19 Oct 2019 17:14 WIB

Priode Kedua, Jokowi Perlu Lebih Serius Garap Kelautan

Potensi ekonomi 11 sektor kelautan Indonesia mencapai 1,2 triliun dolar AS per tahun.

Prof Dr Ir Rokhmin Dahuri MS (kanan).
Foto: Dok Rokhmin Dahuri
Prof Dr Ir Rokhmin Dahuri MS (kanan).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Joko Widodo (Jokowi) akan dilantik sebagai presiden Republik Indonesia priode 2019-2024, Ahad (20/10). Bersama Wakil Presiden Ma’ruf Amin, ia akan menjalani priode kedua sebagai presiden RI.

Banyak usul dan saran yang diberikan oleh banyak tokoh maupun masyarakat pada umumnya kepada Jokowi terkait program-program pembangunan pada priode jabatan Jokowi yang kedua. Salah satunya datang dari pakar kelautan dan perikanan yang juga Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan-IPB, Prof Dr Ir Rokhmin Dahuri MS.

Mantan menteri kelautan dan perikanan Kabinet Gotong Royong (2001-2004) itu mengusulkan agar Jokowi lebih serius menggarap sektor kelautan perikanan. Hal ini, menurut dia, sangat penting untuk  mendukung ketahanan pangan.

“Presiden Jokowi harus lebih serius menggarap sektor kelautan dan perikanan untuk mendukung ketahahan pangan nasional dan meningkatkan kesejahteraan rakyat,” kata Prof Rokhmin Dahuri saat menjadi narasumber pada acara Focus Group Discussion (FGD) “Pengembangan Kluster UMKM Sektor Ketahanan Pangan” yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia (BI) di Jakarta,  Jumat (18/10).

Ketua DPP PDIP Bidang Kelautan dan Perikanan itu mengatakan,  dengan kekayaannya yang luar biasa, laut Indonesia mempunyai potensi yang sangat besar untuk mendukung ketahanan pangan.

“Kekayaan laut kita sangat potensial mendukung ketahahan pangan nasional dan meningkatkan kesejahteraan rakyat,” ujar  Rokhmin yang juga Ketua Masyarakat Akukultur Indonesia (MAI) dalam rilis yang diterima Republika.co.id, Jumat (18/10).

Menurut Rokhmin,  sudah tepat Presiden Jokowi menjadikan sektor kelautan sebagai orientasi mendongkrak pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan rakyat melalui visi poros maritim dunia.

“Visi dan komitmen Jokowi dalam menjadikan sektor kelautan sebagai pondasi mendongkrak pertumbuhan ekonomi sudah sangat tepat dan strategis. Kita berharap di periode kedua ini sektor tersebut akan lebih besar lagi berkontribusi dalam mendorong pertumbuhan ekonomi ditengah tantangan global yang tidak menentu,” papar Rokhmin yang juga Ketua Umum Gerakan Nelayan Tani Indonesia (GANTI). 

Ia menyebutkan, indeks ketahanan pangan Indonesia sampai saat ini masih relatif rendah. “Indonesia berada di urutan ke-65 dari 113 negara, atau peringkat keempat di Asia Tenggara (ASEAN),” ujar Rokhmin yang membawakan makalah berjudul “Strategi Pengembangan Kapasitas UMKM Ketahanan Pangan”.

photo
Suasana Focus Group Discussion (FGD) “Pengembangan Kluster UMKM Sektor Ketahanan Pangan” yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia (BI) di Jakarta, Jumat (18/10).

Ketua DPP PDIP Bidang Kelautan dan Perikanan itu mengemukakan, Indonesia adalah negara bahari dan kepulauan terbesar di dunia. Luas laut Indonesia mencapai 5,8 juta km2 (75%), sedangkan luas daratan hanya 1,9 juta km2 (25%).

Ia menyebutkan, ada 11 sektor ekonomi kelautan. Yakni, perikanan tangkap, perikanan budidaya, industri pegolahan hasil perikanan, industri bioteknologi, pertambangan dan energi, serta pariwisata bahari. Selain itu, perhubungan laut, industry dan jasa maritim, sumberdaya wilayah pulau kecil, hutan mangrove, dan non-conventional resources.

“Total potensi ekonomi sebelas sektor kelautan Indonesia mencapai  1.338 triliun dolar AS per tahun atau lima  kali lipat APBN 2019 (Rp 2.400 triliun =  190 miliar dolar AS) atau 1,3 Produk Domestik Bruto (PDB)  Nasional saat ini. Sektor kelautan Indonesia bisa menciptakan lapangan kerja untuk 45 juta orang atau 40 persen  total angkatan kerja Indonesia,” ujarnya.

Sayangnya, kata Rokhmin, potensi sector kelautan Indonesia belum dimaksimalkan. “Pada 2014 kontribusi ekonomi kelautan bagi PDB Indonesia sekitar 22%.  Sedangkan negara-negara lain dengan potensi kelautan lebih kecil (seperti Thailand, Korsel, Jepang, Maldives, Norwegia, dan Islandia), kontribusinya lebih besar, yakni di atas  30%,” paparnya.

Menurut Rokhmin, perlu mewujudkan kedaulatan pangan dan sekaligus menjadikan sektor pertanian, dan kelautan dan perikanan sebagai keunggulan kompetitif dan mesin pertumbuhan ekonomi yang berkualitas secara berkelanjutan. 

Pembangunan kedua sektor itu, kata Rokhmin,  mesti diarahkan untuk mencapai empat tujuan, yakni   menghasilkan bahan pangan beserta segenap produk hilirnya yang berdaya saing untuk memenuhi kebutuhan nasional maupun ekspor;   meningkatkan kontribusinya terhadap pertumbuhan ekonomi nasional; meningkatkan kesejahteraan petani dan nelayan; serta  memelihara daya dukung lingkungan dan kelestarian sumber daya hayati.

Terkait pengembangan industri pengolahan hasil perikanana yang efisien, berdaya saing dan berkelanjutan, Rokhmin mengusulkan pentingnya penguatan dan pengembangan teknologi penanganan (handling) dan transportasi hasil perikanan, baik di sektor perikanan tangkap maupun di sektor perikanan budidaya; peningkatan kualitas dan daya saing industri pengolahan hasil perikanan tradisional: ikan asap, pindang, kering (asin dan tawar), fermentasi (peda), terasi, petis, dan lain-lain; serta peningkatan kualitas dan daya saing industri pengolahan hasil perikanan modern: live fish, fresh fish, pembekuan, pengalengan, breaded shrimps and fish, produk berbasis surimi, dan lain-lain.

Seain itu, kata Rokhmin, peningkatan utilisasi perusahaan pengolahan ikan menjadi 90% dari kondisi saat ini 50-60%; pengembangan produk-produk olahan perikanan baru (product development); penyempurnaan packaging dan distribusi produk; penjaminan kontinuitas suplai bahan baku. 

“Pemerintah harus memastikan, bahwa setiap unit industri pengolahan hasil perikanan memiliki mitra produsen (nelayan dan/atau pembudidaya). Tidak kalah pentingya adalah standardisasi dan sertifikasi,” papar Rokhmin.

Dalam kesempatan tersebut, Rokhmin juga mengajak semua pihak termasuk perbankan dalam mewujudkan orientasi sektor kelautan sebagai tulang punggung perekonomian nasional melalui dukungan konkret pada sektor UMKM dan nelayan.

Menurutnya, harus ada penyediaan permodalan (skim kredit) khusus dengan suku bunga yang lebih murah dan persyaratan lebih lunak, baik melalui lembaga perbankan maupun non-bank. "Kebijakan inilah yang membuat sektor pertanian dan perikanan maju dan tangguh di Kanada, Amerika Serikat, Eropa Barat, Jepang, Tiongkok, Australia, Thailand, Vietnamn, dan negara pertanian -perikanan lainnya,” kata Prof Rokhmin Dahuri.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement