Kamis 17 Oct 2019 19:16 WIB

Ekspor Bulanan Singapura Turun Ke-7 Kalinya

Ekspor Singapura ke pasar utama seperti Uni Eropa dan AS turun dua digit.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Friska Yolanda
Patung Merlion di Sentosa, Singapura.
Foto: Flickr
Patung Merlion di Sentosa, Singapura.

REPUBLIKA.CO.ID, SINGAPURA -- Ekspor nonmigas Singapura kembali melambat pada September. Dilansir di Nikkei Asian Review, Kamis (17/10), tren ini sudah terjadi selama tujuh bulan berturut-turut seiring dengan penurunan ekspor barang elektronik di tengah perang dagang Amerika Serikat (AS) dengan Cina. Kontraksi ekspor menghilangkan ekspektasi akan adanya perbaikan kondisi ekonomi Singapura.

Satu-satunya titik terang dalam data yang dirilis oleh lembaga perdagangan Enterprise Singapore adalah kenaikan pengiriman ke Cina sampai 20,8 persen. Cina diketahui sebagai pasar utama ekspor Singapura.

Tapi, para ekonom menilai, tren positif tersebut tidak akan bertahan lama. Ekonomi Cina diproyeksi terus mengalami perlambatan yang membuat mereka akan menahan diri untuk impor dari negara lain.

"Indikator ekonomi Cina terus menunjukkan perlambatan lebih lanjut," ucap kepala penelitian dan strategi keuangan Oversea-Chinese Banking Corp, Selena Ling.

Di sisi lain, ekspor ke pasar utama lain seperti Uni Eropa, AS, Jepang, Hong Kong dan Malaysia menurun hingga dua digit. Ekonom di United Overseas Bank, Barnabas Gan, mengatakan, penurunan tersebut mencerminkan momentum yang memudar dalam perdagangan global.

Secara keseluruhan, ekspor non-migas Singapura turun 8,1 persen pada September (year on year/yoy), menyusul penurunan 9,0 persen pada bulan sebelumnya. Kondisi ini sedikit lebih buruk dibandingkan proyeksi jajak pendapatan Refinitiv yang memperkirakan sampai tujuh persen.

Pengiriman elektronik turun 24,8 persen pada September (yoy), hampir menyamai kecepatan pada September. Ini menjadi penurunan bulanan ke-10 berturut-turut dalam ekspor elektronik. Penurunan 30,2 persen terhadap ekspor semikonduktor dinilai Enterprise Singapore sebagai penyebab utama kontraksi kinerja ekspor.

Sedangkan, produk nonelektronik turun 2,3 persen. Produk obat-obatan, petrokimia dan perhiasan menyumbang sebagian besar penurunan ekspor non-elektronik.

Kondisi ekonomi global yang masih serba tidak pasti membuat proyeksi terhadap kinerja ekspor Singapura dirundung rasa pesimisme. “Sektor ini belum mencapai (kinerja) titik terendah,” kata Ling.

Ekonom senior di Maybank Kim Eng, Chua Hak Bin, mengatakan, perbaikan hubungan antara AS dengan Cina menjadi kunci utama perbaikan kinerja ekspor Singapura. Khususnya, mengenai pembatalan kenaikan tarif yang dijadwalkan dilaksanakan pada pertengahan Desember. "Pemulihan manufaktur dan ekspor akan bergantung pada kesepakatan perdagangan AS-Cina," ujarnya.

Ekonomi Singapura telah melambat tajam sejak pertengahan 2018. Penyebabnya, siklus ekspor produk elektronik yang melemah serta perlambatan ekonomi global yang lebih luas sebagai dampak dari perang dagang.

Dengan kondisi yang ada saat ini, Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong memproyeksikan ekonomi Singapura akan tumbuh di bawah satu persen pada tahun ini. "Jika kita beruntung, kita seharusnya ada di atas nol, tapi momentumnya telah berkurang secara substansial," tuturnya dalam konferensi CEO Forbes Global di Singapura, Rabu (16/10). 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement