Selasa 15 Oct 2019 15:22 WIB

Peluang dan Tantangan dalam Ekspor Produk Dekorasi Rumah

Untuk program 2019 hingga 2024, CBI mencari sekitar 35 pelaku UKM dekorasi rumah.

Rep: M Nursyamsi/ Red: Friska Yolanda
Pekerja menyelesaikan pembuatan kerajinan dekorasi rumah dari limbah mebel kayu jati di sebuah industri rumahan di Desa Klampok, Grobogan, Jawa Tengah, Jumat (24/11).
Foto: ANTARA FOTO
Pekerja menyelesaikan pembuatan kerajinan dekorasi rumah dari limbah mebel kayu jati di sebuah industri rumahan di Desa Klampok, Grobogan, Jawa Tengah, Jumat (24/11).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan (Kemendag) menggandeng Centre for the Promotion of Imports from Developing Countries (CBI), lembaga promosi di Belanda yang berorientasi pada impor untuk negara berkembang. Nota kesepahaman kerja sama dilakukan di Kantor Kemendag untuk produk dekorasi rumah dalam periode 2019 hingga 2024.

Program kerja sama sebelumnya pernah dilakukan pada 2013 hingga 2017. Kala itu, terdapat 11 pelaku usaha kecil menengah (UKM) yang terpilih mengikuti program tersebut dan mampu memasarkan produk dekorasi rumah ke pasar Eropa.

Baca Juga

Local Sector Expert CBI di Indonesia, Liena Mahalli, menilai Indonesia memiliki potensi besar dalam menggarap pasar dekorasi rumah di Eropa. Berdasarkan pengalaman sebelumnya, 11 UKM dari Yogyakarta, Solo, Palembang, Bali, hingga Jepara, yang mengikuti program tersebut, kini telah mampu mandiri memasarkan produknya ke Eropa. Liena menyebut nilai ekspor sebelas UKM selama periode 2015 hingga 2017 mengingat hingga 8 juta dolar AS.

Liena menyampaikan produk-produk dekorasi rumah seperti kursi ukuran kecil, dekorasi dinding, kaca, figura, patung, hingga keranjang begitu diminati masyarakat Eropa.

Langkah pemerintah menggandeng CBI, menurut Liena, sudah tepat. Pasalnya, CBI menjadi referensi dari buyer-buyer di Eropa untuk mendapatkan produk dekorasi rumah.

"Belanda jadi pintu masuk. Dari situ nanti bisa ke Jerman, terus sebagian besar ke Perancis, Spanyol," ujar Liena di Kantor Kementerian Perdagangan, Jakarta, Selasa (15/10).

Untuk program 2019 hingga 2024, CBI mencari sekitar 35 pelaku UKM dekorasi rumah yang diharapkan bisa terlibat untuk mendapatkan pembinaan hingga promosi ke pasar Eropa.

Meski memiliki potensi menghasilkan produk yang baik, kualitas ekspor produk dekorasi rumah Indonesia masih berada pada skala menengah-bawah, belum pada tahapan menengah-premium. CBI, kata Liena, mendorong ekspor produk dekorasi rumah Indonesia naik kelas. Salah satu persoalan mendasar ialah minimnya informasi tentang permintaan pasar di Eropa. Hal ini cukup disayangkan Liena mengingat kualitas produk Indonesia sangat baik dan bisa bersaing. 

"Kita hanya fokus ke produk tapi (lupa) ada sertifikasi, sustainability. Kalau kita hanya bikin barang dan nggak memperhatikan itu, kita nggak bisa naik kelas," ucap Liena.

Liena menilai kerugian Indonesia jika terus berkutat di pasar dengan skala menengah-bawah yang akan berhadapan langsung dengan Cina yang juga mendominasi pasar ini.

"Kita nggak mau bersaing di harga, kita maunya bersaing di kualitas sama di sustainability dan sertifikasi serta sesuai dengan permintaan pasar Eropa," katanya.

Liena menyampaikan marketshare dekorasi rumah memang masih berkisar di angka dua persen sampai tiga persen. Dia harapkan kerja sama ini mampu meningkatkan nilai ekspor dari produk dekorasi rumah mencapai Rp 500 miliar untuk lima tahun ke depan.

Persoalan lain yang juga menjadi hambatan produk dekorasi rumah lebih masif bermain di pasar Eropa adalah ketatnya peraturan mengenai sertifkasi dan aspek berkelanjutan sebuah produk. Hal ini yang menurut Liena masih menjadi persoalan utama produk Indonesia.

Sementara, CBI sendiri mewajibkan produk yang dihasilkan telah memenuhi sejumlah persyaratan yang ditetapkan.

"Yang paling sulit bagaimana kita menjamin telah memperlakukan pekerja dengan baik, secara gaji atau fasilitas lain. Kita memastikan tidak merusak lingkungan, nah itu yang belum disadari," lanjutnya.

Liena menyampaikan, negara-negara Eropa yang menjadi tujuan ekspor sangat memperhatikan isu lingkungan. Oleh karenanya, CBI mendorong pelaku UKM untuk meningkatkan prinsip-prinsip keberlanjutan agar diterima di pasar Eropa. Ia mendorong produsen-produsen di Indonesia tidak sekadar produksi barang, melainkan juga memastikan proses bahan baku yang ramah lingkungan dan tidak merusak lingkungan.

"Bicara kerajinan tangan, kita nggak ragu, orang Indonesia bisa bikin, dan bahan bakunya kita punya, tapi apakah bahan baku itu merusak lingkungan atau tidak, terus bagaimana cara mendapatkannya, apakah proses produksinya melibatkan anak-anak," kata Liena menambahkan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement