Kamis 10 Oct 2019 20:33 WIB

Tol Laut Kapal Ternak Dinilai tak Efisien, Ini Kata Kementan

Pemerintah disarankan untuk memfasilitasi pembangunan RPH.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Dwi Murdaningsih
Pekerja menurunkan sapi dari kapal pengangkut di Pelabuhan Kalbut, Situbondo, Jawa Timur, Kamis (13/10). Pekerja tersebut menurunkan sapi dengan cara melempar ke laut karena tidak adanya fasilitas bongkar muat ternak di pelabuhan tersebut.
Foto: Antara/Zabur Karuru
Pekerja menurunkan sapi dari kapal pengangkut di Pelabuhan Kalbut, Situbondo, Jawa Timur, Kamis (13/10). Pekerja tersebut menurunkan sapi dengan cara melempar ke laut karena tidak adanya fasilitas bongkar muat ternak di pelabuhan tersebut.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Masalah pasokan dan harga komoditas sapi tak kunjung usai. Salah satunya, akibat sistem transportasi logistik menggunakan Tol Laut yang dinilai masih belum efektif. Itu membuat harga sapi lokal dari sentra-sentra di Luar Jawa tetap mahal.

Perusahaan peternakan pelat merah, PT Berdikari (Persero) mengusulkan agar pemerintah memfasilitasi pembangunan Rumah Potong Hewan (RPH) dan cold storage khusus sapi di sentra sapi lokal. Seperti di Bali, NTB, dan NTT. Dengan begitu, pengiriman ternak ke depan tidak dalam bentuk hewan hidup, namun dalam bentuk daging beku.

Baca Juga

Direktur Jenderal Peternakan, Kementerian Pertanian (Kementan), I Ketut Diarmita, menuturkan, saat ini memang baru terdapat satu unit RPH di Kupang, NTT untuk sapi yang dikelola oleh pemerintah setempat. Hanya saja, keberadaan RPH belum begitu dimanfaatkan dengan maksimal.

Melihat fakta yang ada, pembangunan RPH harus disertai komitmen pengelola kawasan peternakan maupun pemerintah daerah dalam mengelolanya. "Daerah harusnya yang memaksimalkan fungsi-fungsinya. Pemerintah pusat fasilitator. Pembangunan RPH harus atas usulan daerah, baru kita kaji," kata Ketut kepada Republika.co.id, Kamis (10/10).

Ketut mengatakan, tidak ada yang salah dari fungsi Tol Laut saat ini. Sebanyak tujuh kapal ternak yang dikelola oleh Kementerian Perhubungan juga sudah cukup baik dalam membantu distribusi sapi ke Jawa. Hanya saja, peran pemerintah daerah yang harus lebih aktif memperhatikan peternakan yang dimiliki di wilayah masing-masing.

Soal usulan perubahan pola distribusi dari hewan hidup ke daging beku, Ketut mengatakan, usulan yang baik. Sebab, distribusi daging akan meningkatkan nilai tambah bagi pemerintah daerah setempat.

Namun, hal itu menemui kendala dari kebiasaan masyarakat di Tanah Air. "Masyarakat kita masih menganggap daging segar adalah daging yang baru dipotong. Padahal, daging yang sehat adalah daging yang dipotong dan dibekukan," ujarnya.

Direktur Operasional Berdikari, Oksan Panggabean mengatakan, rata-rata biaya pengiriman sapi dari luar Jawa ke Jawa sebesar Rp 500 ribu per ekor. Itu merupakan tarif subsidi sebab biaya normal pengiriman lebih dari Rp 1 juta per ekor. Hanya saja, masalah inefisiensi bukan sebatas dari tarif.

Namun, akibat penyusutan daging sapi yang terjadi saat berada dalam pengiriman dengan Tol Laut. Penyusutan itu mengharuskan sapi yang tiba di Jawa mendapatkan perawatan intensif agar bobot daging kembali naik. Dengan begitu, volume daging sapi yang diperoleh dapat lebih besar. 

"Perlu waktu untuk pemulihan sapi setelah sampai. Itu membuat harganya tidak efisien (tinggi)," kata Oksan kepada Republika.co.id, Kamis (10/10).

Ke depan, kata Oksan, pemerintah perlu memfasilitasi pembangunan Rumah Potong Hewan (RPH) skala besar khusus untuk sapi lokal di daerah-daerah sentra luar Jawa. Dengan begitu, sapi yang dikirim melalui Tol Laut sudah dalam bentuk daging sehingga tidak memerlukan biaya pemulihan atas penyusutan hewan sapi akibat di perjalanan. 

"Sebetulnya, yang paling bagus jangan kirim sapi. Tapi bentuk daging. Ini perlu RPH dan cold storage yang bagus. Kita sudah usulkan ke Kementerian Pertanian tapi masih perlu kajian," ujarnya.

Perseroan sendiri, menurut Oksan, berencana untuk membangun RPH di sentra sapi lokal di luar Jawa. Hanya saja, secara umum RPH butuh kepastian stabilitas pasokan sapi dari peternak. Tanpa itu, bisnis RPH bisa merugi. Itu sebabnya yang membuat banyak RPH sapi di Indonesia gulung tikar karena tak ada kepastian pasokan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement