REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Program pemberdayaan nasabah perempuan pada segmen prasejahtera produktif PT Bank Tabungan Pensiunan Nasional Tbk (BTPN) Syariah dirasakan manfaatnya oleh masyarakat di Kota Bandung, Jawa Barat. Sebagian mereka mampu mengubah kondisi perekonomian keluarganya menjadi semakin baik setelah bergabung dalam program yang digulirkan perusahaan.
Seperti yang dialami oleh Iis Qomala (44) warga Soreang mengaku awalnya menganggur sebagai ibu rumah tangga. Iis pun sempat dilanda kebingungan untuk mendapatkan uang karena suaminya menganggur dan harus memenuhi kebutuhan empat anaknya.
“Saya seorang ibu rumah tangga, suami tidak kerja dan anak-anak saya ingin cita-citanya harus sekolah setinggi-tingginya,” ujarnya kepada wartawan di Bandung, Kamis (9/10).
Berangkat kegigihan Iis untuk menyekolahkan anak-anaknya, Iis pun membuka usaha bidang konveksi. Iis pun memiliki mesin jahit turun menurun dari ibunya.
“Awalnya saya jahit kain-kain bekas potongan dari konveksi lalu saya potong sendiri dan sambung sendiri. Sudah jadi rok macam kain perca terus di jual ke tetangga Rp 15 ribu-Rp 20 ribu,” jelasnya.
Iis mulai terbentur modal usaha hingga akhirnya meminjam pendanaan dari salah satu lembaga keuangan. Namun saat pencairan pendanaan, Iis menerima penolakan dari pihak bank tersebut.
Tak lama kemudian, Iis mendapatkan informasi program BTPN Syariah tentang pembiayaan untuk pemberdayaan nasabah perempuan bagi keluarga prasejahtera dari tetangga. “Saya tertarik untuk menekuni bisnis konveksi ini. Lalu saya diajak bergabung dengan kelompok prasejahtera sama tetangga-tengga. Waktu itu, ada 15 anggota yang tergabung dan saya terakhir kebetulan,” ucapnya.
Iis kemudian mendapat pinjaman awal sebesar Rp 2 juta pada 2012. Modal itu pun dimanfaatkan untuk membeli mesin obras dan bahan kain.
“Sisa pinjaman saya buat tabung,” ucapnya.
Dengan keuletannya dan pendampingan tim BTPN Syariah, usaha konveksi mulai berkemang. Bahkan, Iis kembali mendapatkan pembiayaan guna mengembangkan bisnisnya menjadi pakaian wanita seperti gamis, rok hingga outer.
“Pakaian sudah saya kirim ke Cirebon, Pasuruan, Tuban hingga Samarinda. Sehari bisa produksi 500 pakaian,” ucapnya.
Usaha perempuan yang memiliki merk pakaian A-Mulya ini semakin maju dan berkembang. Dia kembali dipercaya mendapatkan modal pinjaman dari BTPN Syariah untuk kesekian kalinya hingga Rp 75 juta.
“Tahun depannya (2013) saya mendapat Rp pinjaman 4 juta, lalu saya gunakan untuk beli mesin lagi,” katanya.
Sejak itu, usaha Iis semakin maju dan banjir pesanan dari reseller yang berasal seluruh Indonesia. Laba bersih yang dikantongi pun mencapai Rp 200 juta per minggu.
“Reseller sekitar 50 ke atas yang mereka jual bisa jual ke market place seperti Shoppe atau Lazada. Dari reseller produksi saya bisa sampai Mesir dan Malaysia," ucapnya.
Dia pun kini telah memiliki rumah, kendaraan operasional dan menyekolahkan anaknya. Dia yang tadinya tergolong perempuan tidak produktif, kini telah mampu mempekerjaan sejumlah perempuan lain untuk menjadi karyawannya.
“Sekarang karyawan sudah 20 orang,” ucapnya.
Kesuksesan Iis telah menginsipirasi warga lain di sekitar lingkungannya untuk tidak berpangku tangan. Iis mengaku hasil kerja kerasnya tak lepas dari dukungan sang suami dan empat anaknya.
Iis pun bersyukur bisa menjadi nasabah BTPN Syariah. Berkat modal pinjaman tanpa agunan dan pendampingan dari tim BTPN Syariah yang rutin dilakukan dua pekan sekali, dia bisa mengeloa usahanya menjadi lebih maju.
“Pelatihan banyak sekali yang diberikan tim BTPN Syariah seperti pengelola uang, menyicil secara ringan, segi kesehatan juga diajarkan misal penyakit berbahaya,” ucapnya.
Ke depan, Iis memiliki impian untuk membangun toko bahan di kawasan Cibodas. Impian ini sekaligus mengejar persaingan harga pakaian perempuan.
“Tantangan lebih sulit karena banyak konveksi. Supaya hemat operasional, saya masih motong kain sendiri dan menjaga kualitas kain,” ucapnya.