Kamis 10 Oct 2019 06:22 WIB

YLKI: Kenaikan Cukai dan Harga Rokok Harus Didukung

Pemerintah akan menaikkan cukai rokok sebanyak 23 persen dan harga rokok 35 persen.

Kampanye antirokok.
Foto: Yasin Habibi/Republika
Kampanye antirokok.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menilai kebijakan pemerintah menaikkan cukai rokok sebanyak 23 persen dan harga rokok 35 persen adalah kebijakan yang perlu didukung oleh masyarakat luas dan pembuat kebijakan terkait. Saat ini, ia menilai, ada upaya intervensi pemerintah untuk tidak meningkatkan cukai dan harga rokok.

Ketua YLKI Tulus Abadi mengatakan pengesahan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) terkait dengan kenaikan cukai rokok yang makin dekat membuat industri rokok terus mengintervensi pemerintah untuk tidak meningkatkan cukai dan harga rokok. "Kalau pemerintah tunduk atas tekanan ini, harga yang akan dibayar adalah rusaknya masa depan generasi muda dan perekonomiannya. Ini saatnya pemerintah mendahulukan rakyat Indonesia bukan melulu memikirkan kepentingan industri rokok," katanya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Rabu (9/10).

Baca Juga

Ia menjelaskan meski belum diikuti oleh upaya meminimalisasi golongan cukai, kebijakan itu sudah menunjukkan komitmen pemerintah untuk mengurangi prevalensi perokok di kalangan rentan; terutama anak dan keluarga miskin. Menurut dia, industri rokok akan terus berupaya membuat produknya tetap terjangkau sehingga mudah bagi kalangan rentan untuk menginisiasi konsumsinya dan penjualan zat adiktif ini berjalan lancar.

Taktik yang terus digunakan oleh industri rokok termasuk membesar-besarkan dampak kenaikan cukai rokok terhadap lapangan pekerjaan yang menurun sehingga terjadi PHK massal, matinya pertanian tembakau lokal, berkembangnya penjualan rokok ilegal dan penyebaran informasi keliru serta berbagai riset-riset yang sering belum diuji kebenarannya. Akhirnya, kenaikan cukai pada 2018 batal dilaksanakan.

Bukti empiris membuktikan rokok berdampak buruk bagi konsumennya dan rokok murah memicu konsumsi rokok. Pada 2015, Kementerian Kesehatan mencatat kerugian yang disebabkan konsumsi rokok mencapai Rp 600 triliun.

Angka itu hampir empat kali lipat dari cukai rokok yang masuk pada tahun yang sama. "Semua negara yang memberlakukan cukai dan harga rokok yang tinggi sudah membuktikan bahwa ini merupakan kebijakan yang paling efektif untuk mengurangi keterjangkauannya dari kalangan rentan dan ini membantu para perokok dalam upayanya berhenti merokok," kata dia.

Karena itu, YLKI mendukung pemerintah untuk menolak tekanan industri dan segera mengesahkan PMK. Selanjutnya, pemerintah diharapkan bukan hanya menaikkan cukai dan harga rokok, tetapi juga mengaktifkan kembali peta jalan simplifikasi cukai.

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement