Rabu 09 Oct 2019 14:25 WIB

BPDLH Berpotensi Kelola Dana Lingkungan Rp 4,29 Triliun

Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup dijadwalkan mulai beroperasi 1 Januari 2020.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Nidia Zuraya
Menko Perekonomian Darmin Nasution (kanan) didampingi Menteri Keuangan Sri Mulyani (kiri) melakukan penanaman pohon usai peluncuran Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH) di lapangan Kementerian Koordinator bidang Perekonomian, Jakarta, Rabu (9/10/2019).
Foto: Antara/Nova Wahyudi
Menko Perekonomian Darmin Nasution (kanan) didampingi Menteri Keuangan Sri Mulyani (kiri) melakukan penanaman pohon usai peluncuran Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH) di lapangan Kementerian Koordinator bidang Perekonomian, Jakarta, Rabu (9/10/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat, saldo awal dana pokok dalam Badan Pengelolaan Dana Lingkungan Hidup (BPDLH) adalah Rp 2,1 triliun. Anggaran tersebut berasal dari Badan Layanan Umum Pusat pembiayaan Pembangunan Hutan (BLU Pusat P2H) yang sekarang sedang ‘dialihkan’ ke BPDLH.

BPDLH akan efektif beroperasi pada 1 Januari 2020. Tapi, menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani, tahun ini pemerintah sudah melakukan  transisi.

Baca Juga

"Termasuk mengalihkan aset dana-dana yang tidak ada," ujarnya ketika ditemui usai peluncuran BPDLH di Kemenko Perekonomian, Jakarta, Rabu (9/10).

Berada di bawah Direktorat Jenderal Perbendaharaan Kemenkeu, BPDLH akan menjadi pengelola dana-dana terkait bidang lingkungan hidup dan kehutanan. Sebelumnya, anggaran tersebut tersebar di beberapa kementerian/lembaga (K/L) dengan beragam program yang tersebar pula di beberapa K/L yang berbeda.

Sri mengatakan, BPDLH akan membantu pemerintah dalam meningkatkan optimalisasi penggunaan sumber dana yang sudah ada selama ini sekaligus memobilisasi sumber-sumber dana baru. Termasuk mewadahi dana dari lembaga-lembaga atau institusi yang peduli terhadap lingkungan dan ingin mencari negara dengan kredibilitas dan komitmen untuk mengelola lingkungan hidup.

"Dan juga, dalam rangka mengurangi emisi karbon," katanya.

Sri menjelaskan, pengarusutamaan (mainstreaming) isu perubahan iklim dalam program pembangunan nasional telah dan akan terus dilaksanakan. Upaya ini diharapkan membuat isu lingkungan hidup dan perubahan iklim menjadi bagian dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan nasional.

Berdasarkan penandaan anggaran perubahan iklim (climate budget tagging) yang dilakukan Kemenkeu, tercatat peningkatan dukungan APBN dalam program nasional terkait isu perubahan iklim terus naik. Pada 2016, sebesar Rp 72,4 triliun dalam APBN-Perubahan (APBN-P), Rp 95,6 triliun dalam APBN-P pada 2017 dan Rp 109,7 triliun dalam APBN 2018.

“Atau sekitar 3,6 persen (2016), 4,7 persen (2017) dan 4,9 persen (2018) terhadap total anggaran APBN,” ujar Sri.

Secara umum, Sri menyebutkan, BPDLH dapat memiliki tiga fungsi. Pertama, memfasilitasi kegiatan berhubungan dengan perubahan iklim, termasuk pengembangan carbon market. Kedua, membantu pelaksanaan program K/L yang membutuhkan support dana.

Ketiga, BPDLH dapat menjadi Badan Layanan Umum (BLU) yang melakukan pembiayaan. Artinya, mereka mampu memenuhi skema kebutuhan untuk berbagai program lingkungan hidup.

BPDLH diharapkan dapat mengedepankan pengelolaan dana yang akuntabel dengan tata kelola berstandar internasional. Dengan begitu, BPDLH dapat menjadi sebuah solusi bagi negara-negara maju untuk memberikan pendanaan.

Dengan fungsinya yang strategis, Sri menjelaskan, pemerintah akan merekrut tenaga profesional yang paham mengelola fund dan memiliki pengetahuan mengenai lingkungan hidup.

Direktur Jenderal Perbendaharaan Kemenkeu Andin Hadiyanto mencatat, potensi dana yang dikumpulkan BPDLH pada 2020 mencapai Rp 4,29 triliun. Selain Rp 2,1 triliun dari BLU Pusat P2H, sisanya berasal dari APBN dan program Penurunan Emisi dari Deforestasi dan Pengrusakan Hutan, atau Reduction of Emissions from Deforestation and Forest Degradation (REDD)+.

"Itu yang potensi di 2020," ujarnya.

Keberadaan BPDLH diharapkan dapat membantu pemerintah mencapai target penurunan emisi dalam Nationally Determined Contribution (NDC) sebesar 29 persen dengan upaya sendiri. Atau, 41 persen dengan dukungan internasional.

Selain mengurus transisi dana, Andin menjelaskan, pemerintah juga mempersiapkan jajaran direksi BPDLH melalui proses open bidding. Ia berharap, akhir tahun direktur utama sudah ditunjuk. "Jadi, awal tahun sudah ada," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement