Rabu 09 Oct 2019 08:15 WIB

Mendag Dorong Minyak Goreng Kemasan Hingga ke Desa-Desa

Pemerintah tak akan larang masyarakat yang ingin tetap gunakan minyak goreng curah.

Seorang pedagang di Pasar Cikurubuk Kota Tasikmalaya menunjukkan minyak goreng curah yang masih dijual bebas di pasaran, Senin (7/10).
Foto: Republika/Bayu Adji P
Seorang pedagang di Pasar Cikurubuk Kota Tasikmalaya menunjukkan minyak goreng curah yang masih dijual bebas di pasaran, Senin (7/10).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita menegaskan pemerintah tak akan melarang peredaran minyak goreng curah. Kebijakan yang bakal diberlakukan mulai Januari 2020 adalah mendorong industri menyediakan minyak goreng kemasan dengan harga terjangkau agar konsumen beralih dari minyak goreng curah.

"Tidak ditarik (keberadaan minyak goreng curah di pasaran--Red). Jadi, per 1 Januari 2020 harus ada minyak goreng kemasan di setiap warung dan di pelosok-pelosok desa," kata Enggartiasto kepada Republika, Selasa (8/10).

Pria yang akrab disapa Enggar mengatakan, ia sebelumnya hanya menyerukan agar konsumen lebih cerdas dengan memilih minyak goreng yang terjamin kehalalannya, higinietasnya, serta kandungan gizinya. Dia menjelaskan, distribusi minyak goreng curah dilakukan dengan menggunakan mobil tangki yang kemudian dituangkan pada drum-drum di pasar.

Proses distribusinya bahkan disebut sering menggunakan wadah terbuka. Akibatnya, minyak goreng curah rentan terkontaminasi air serta binatang. Selain itu, penjualan minyak goreng curah biasanya hanya dibungkus dengan kantong plastik.

Menurut Enggar, proses produksi minyak goreng curah juga rentan dioplos dengan minyak jelantah. Sementara, tak banyak konsumen yang bisa membedakan minyak goreng curah dari pabrikan dengan minyak jelantah (minyak goreng bekas pakai) yang dimurnikan warnanya.

"Karena ada risiko-risiko itu, kami mendorong produsen wajib melakukan pengemasan minyak goreng. Ini agar masyarakat mendapatkan produk minyak goreng higienis serta bebas dari adanya kemungkinan oplosan," ujar Enggar.

Agar masyarakat mau beralih dari minyak goreng curah ke minyak goreng kemasan, Kemendag meminta produsen menjual minyak goreng kemasan dengan harga yang tak melebihi harga eceran tertinggi (HET), yakni Rp 11 ribu per liter. Produsen didorong memproduksi minyak goreng dalam berbagai jenis kemasan, mulai dari kemasan sebesar 200 ml hingga 1 liter.

Enggar pun memastikan pemerintah tak akan melarang masyarakat yang ingin tetap menggunakan minyak goreng curah. Sebab, banyak usaha kecil dan menengah yang menggunakan minyak goreng curah.

Dikonfirmasi terpisah terkait tudingan bahwa minyak goreng curah itu tidak sehat, Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) Kemenkes Siswanto mengatakan, Kemenkes belum memiliki riset khusus mengenai dampak minyak goreng curah terhadap kesehatan.

Namun, ia menjelaskan, secara umum bukan minyak curahnya yang berbahaya bagi kesehatan, melainkan minyak yang digunakan berulang-ulang. "Minyak yang dipakai berkali-kali menghasilkan lemak trans yang menyebabkan gangguan pembuluh darah dan jantung," katanya saat dihubungi Republika, Selasa (8/10).

Ia menjelaskan, lemak trans bisa terbentuk karena beberapa hal, yaitu pembuatan margarin dari minyak, proses hidrogenisasi, proses penjernihan minyak, dan penggorengan makanan. "Karena itu, trans fat bisa terbentuk ketika memakai minyak curah untuk menggoreng makanan, apalagi digunakan berkali-kali," ujar dia.

Siswanto menyarankan masyarakat tak menggunakan minyak goreng curah secara berulang lebih dari tiga kali. Sebab, semakin sering digunakan untuk menggoreng, kandungan lemak trans akan semakin tinggi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement