REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Dewan Pembina Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (Gapmmi), Thomas Darmawan, menilai perubahan konsumsi masyarakat yang bergeser ke minuman kopi menjadi salah satu alasan hengkangnya PepsiCo dari Indonesia. PepsiCo, produsen minuman ringan berkarbonasi yang berkantor pusat Amerika Serikat, secara resmi menyatakan tak lagi menjual produknya di Indonesia.
"Trennya memang turun," ungkap saat ditemui di Menara Kadin Jakarta, Kamis.
Menurut Thomas, orang mulai kembali ke minuman jus buah-buahan, teh, dan kopi. Ia mencermati, anak muda sekarang lebih tertarik minum kopi.
"Pertumbuhan minuman kopi saat ini lumayan," kata Thomas.
Menurut Thomas, saat ini kesadaran masyarakat akan tingginya kandungan gula dalam minuman berkarbonasi dan gas dalam soda, membuat konsumsi jenis minuman itu menurun. Selain itu, pesaing terbesar Pepsi, yakni Coca-Cola, juga lebih gencar melakukan promosi dan menjual dalam kemasan yang lebih kecil dengan kisaran harga Rp 3.000 per botol.
Meski saat ini minuman berkarbonasi masih didominasi oleh Coca-Cola, Thomas menilai masih ada minuman ringan lainnya, seperti Sarsaparilla dan air limun yang masih digemari masyarakat.
"Sekarang kita lihat yang lokal, seperti Sarsaparilla, minuman limun lokal masih ada, tetapi yang lebih bagus pertumbuhannya memang minuman teh, susu dan jus, karena lebih murah," kata dia.
Ada pun data dari Kementerian Perindustrian menunjukkan pertumbuhan industri minuman masih positif. Sektor industri minuman pada semester I- 2019 menunjukan pertumbuhan sebesar 22,74 persen, yang berkontribusi sebesar 2,01 persen terhadap industri pengolahan non migas dengan nilai investasi penanaman modal asing (PMA) sebesar 68,72 juta dolar AS dan investasi penanaman modal dalam negeri (PMDN) sebesar Rp 1,43 triliun.