Kamis 03 Oct 2019 15:22 WIB

Ekonomi Digital Asia Tenggara akan Capai 300 Miliar Dolar AS

Meski tengah naik daun, ekonomi digital kekurangan pekerja terampil dan regulasi.

Rep: Lintar Satria/ Red: Friska Yolanda
Pajak kegiatan ekonomi digital.
Foto: Tim Infografis Republika.co.id
Pajak kegiatan ekonomi digital.

REPUBLIKA.CO.ID, SINGAPURA -- Perputaran ekonomi internet di Asia Tenggara diperkirakan akan mencapai 300 miliar dolar AS pada tahun 2025. Hal ini disebabkan oleh semakin banyak masyarakat di kawasan itu yang menggunakan internet untuk berbelanja.

Menurut laporan yang disusun Google, perusahaan investasi Singapura Temasek Holding dan perusahan konsultan Bain & Company untuk mencapai target itu industri internet harus tumbuh 200 persen dalam lima tahun ke depan dengan perkirakan 100 miliar dolar AS tahun ini. Laporan tahunan ini mengangkat tema outlook tahun 2025.

Sebelumnya diperkirakan pada 2025 pertumbuhan ekonomi internet di Asia Tenggara sebesar 240 miliar dolar AS. Tapi, perkiraan ini direvisi setelah semakin banyak anak muda yang menggunakan telepon genggam untuk memenuhi segala kebutuhan mulai dari urusan perbankan, bermain video gim sampai membeli tiket pesawat.

"Laju pertumbuhan ini telah melampaui semua ekspektasi, sekarang akses internet sudah terjangkau untuk sebagian besar populasi dan kepercayaan konsumen dalam layanan digital telah meningkat signifikan," kata laporan yang setebal 64 halaman itu yang dirilis Kamis (3/10).

Dalam empat tahun terakhir lebih dari 37 miliar dolar AS telah diinvestasikan ke perusahaan-perusahaan internet di Asia Tenggara. Laporan itu menyebutkan sebagian besar investasi tersebut diberikan ke perusahaan perdagangan seperti perusahaan fashion Zilingo dan transportasi seperti Grab dan Gojek.

Layanan transportasi sendiri bernilai 13 miliar dolar AS. Naik empat kali lipat dibandingkan tahun 2015. Diperkirakan layanan transportasi berbasis teknologi akan bernilai 40 miliar dolar AS pada tahun 2025. Ketika layanan pengiriman makan sama nilainya dengan layanan transportasi orang.

Laporan itu menyebutkan sejak tahun 2014 pertumbuhan ekonomi Asia Tenggara naik 5 persen per tahun. Artinya lebih tinggi dibandingkan rata-rata pertumbuhan ekonomi global. Membuat kawasan itu menjadi destinasi investasi yang sama menariknya dengan Cina yang sedang diguncang perang dagang.

Menurut situs We Are Social ada sekitar 360 juta pengguna internet di Indonesia, Malaysia, Vietnam, Singapura dan Filipina. Jumlah ini naik 100 juta pengguna dibandingkan tahun lalu yang sebanyak 260 juta orang. Dibandingkan pengguna internet seluruh dunia yang sebanyak 4,4 miliar orang, maka tahun ini Asia Tenggara menambah jumlah pengguna internet sebesar 9 persen.

Namun ada beberapa tantangan yang harus dihadapi. Terutama dari sektor regulasi dan kekurangan tenaga kerja terampil.

Regulator persaingan usaha Malaysia mengajukan denda senilai 86 juta ringgit atau 20,53 juta dolar AS kepada Grab karena melanggar undang-undang persaingan usaha negeri itu. Grab dituduh mencegah pengendaranya mempromosikan layanan pesaing mereka. Grab memiliki waktu satu bulan untuk melakukan banding sebelum keputusan final.

Sementara Singapura baru saja mengesahkan undang-undang yang mengharuskan perusahaan media sosial seperti Facebook dan Twitter untuk menghapus atau mengkoreksi berita yang menurut pemerintah salah atau palsu. Kelompok hak asasi manusia menilai undang-undang tersebut dapat membatasi kebebasan berekspresi di internet.

Industri internet juga kesulitan mendapatkan tenaga kerja terampil. Karena permintaanya lebih besar daripada persediaan. Singapura yang memiliki peraturan ketat atas tenaga kerja asing mengatakan akan mencari talenta dari luar negeri untuk mendorong industri ini.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement