REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) Dwi Andreas Santosa menyatakan, ketiadaan data akurat mengenai produksi jagung membuat pemerintah sulit memprediksi target produksi. Untuk itu, pemerintah diimbau untuk menyelesaikan penyelarasan data produksi jagung nasional di lintas-lembaga.
Sebelumnya, Kementerian Pertanian (Kementan) menargetkan produksi jagung nasional sebesar 33,957 juta ton hingga 2020 dan direvisi menjadi adanya estimasi kemungkinan target produksi sebesar 29 juta ton pada akhir tahun ini hingga 2020.
“Data target yang disebut pemerintah itu enggak realistis, harus selaraskan data dulu baru bisa ketemu itu angka target produksinya,” kata Andreas saat dihubungi Republika, Jumat (27/9).
Yang paling ideal, menurut dia, keselarasan data jagung memang harus menunggu kesiapan data yang dirilis oleh BPS. Apalagi saat ini pemerintah masih kerap melakukan impor akibat minimnya produktivitas jagung nasional.
Berdasarkan catatan BPS, data impor jagung pada 2018 mencapai 737.228 ton dari tiga negara yakni Argentina sebanyak 326.580 ton, Brasil sebesar 222.578 ton, dan Amerika Serikat sebesar 186.142 ton.
Dia menjabarkan, kondisi pertanian khususnya di komoditas jagung saat ini memang belum maksimal. Alasannya, lahan tanam jagung masih berhimpitan dengan tanaman lainnya. Baik itu tanaman padi maupun komoditas lainnya. Lahan yang ada saat ini menurut dia masih terbatas dan membuat petani kerap berganti-gantian untuk menanam komoditas pertanian yang diinginkan.