Rabu 25 Sep 2019 23:45 WIB

KPPU Minta Pemerintah Perketat Pengawasan Garam Impor

KPPU menemukan banyak perusahaan tak terdaftar menerima pasokan garam.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Dwi Murdaningsih
Petani memanen garam di Desa Tambak Cemandi, Sedati, Sidoarjo, Jawa Timur, Minggu (8/9/2019).
Foto: ANTARA FOTO
Petani memanen garam di Desa Tambak Cemandi, Sedati, Sidoarjo, Jawa Timur, Minggu (8/9/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) meminta pemerintah untuk memperketat pengawasan para perusahaan yang menjadi penerima garam impor. Komisioner KPPU, Guntur Saragih, mengatakan pihaknya memiliki temuan bahwa banyak perusahaan yang tidak terdaftar sebagai penerima garam impor, justru mendapatkan pasokan.

Guntur mengatakan, itu sebabnya distribusi garam impor harus dibenahi dimulai dari importir, industri pengolahan garam, hingga perusahaan-perusahaan yang mendapatkan garam impor. Menurut dia, jika tidak ada pengawasan yang ketat, masing-masing importir bakal bersaing dengan importir lainnya dalam memperjual belikan garam impor secara bebas.

Baca Juga

"Ada hukum ekonomi dan pasar makanya para penerima garam itu perlu dipastikan agar tidak bocor. Kalau perlu pakai kontrak agar industri tidak main-main," kata Guntur di Jakarta, Selasa (24/9).

Ia menilai, pemerintah memang harus menjamin ketersediaan garam bagi industri. Namun, juga harus memikirkan kepentingan petambak. Sebab, jika garam sempat bocor, jelas garam rakyat dari petambak akan kalah saing. Baik dari segi harga maupun kualitas.

"Pokoknya harus dikawal ketat sampai ke industri yang dituju. Industri yang seharusnya tidak dapat tapi dia dapat, kenakan sanksi. Seharusnya dia bisa pakai garam rakyat," kata Guntur.

Pemerintah, kata Guntur, harus bijak dan tidak condong berpihak pada industri maupun petambak. Penyerapan garam oleh industri juga bukan berarti harus dipaksa. Tapi, sesuai dengan kebutuhan dan industri yang meminta.

Sementara itu, Direktur Industri  Kimia Hulu, Kementerian Perindustrian, Fridy Juwono, mengatakan, tata cara rekomendasi impor yang diterapkan sudah ketat dan sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2018 tentang tentang Tata Cara Pengendalian Impor Komoditas Pergaraman sebagai Bahan Baku dan Bahan Penolong Industri.

Kemenperin, lanjut Fridy, juga menggandeng PT Sucofindo sebagai surveyor independen yang memverifikasi kebutuhan garam oleh setiap perusahaan industri. Sucofindo, kata dia, yang mengeluarkan angka-angka kebutuhan impor beserta nama-nama perusahaan yang mengajukan impor.

Ia menilai, perusahaan pengguna garam justru merugi jika menjual garam yang dimiliki ke pasar bebas sebagai garam konsumsi.  "Ini kita sudah terapkan. Kami cek semuanya. Kami sudah evaluasi dan mencoba mencegah kebocoran. Kalau dibilang ada kebocoran, kami juga bingung bagaimana bisa?" kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement