Senin 23 Sep 2019 11:35 WIB

Banyak Saingan, Pertumbuhan PT Pegadaian Stagnan

Pegadaian melakukan reformasi bisnis dengan merambah segmen digital.

Rep: Imas Damayanti/ Red: Friska Yolanda
Pegadaian
Pegadaian

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pertumbuhan kinerja PT Pegadaian (Persero) tercatat stagnan dari tahun ke tahun berkisar 1-2 persen. Hal ini terjadi lantaran maraknya persaingan bisnis di bidang finansial technology (fintech) peer to peer, kredit usaha rakyat (KUR) perbankan, hingga bantuan sosial.

Direktur Utama PT Pegadaian (Persero) Kuswiyoto menyampaikan, sepanjang 118 tahun kinerja PT Pegadaian ada, pertumbuhan bisnis kerap diwarnai gejolak namun tetap menunjukkan eksistensinya. Untuk itu dengan maraknya persaingan usaha saat ini, meski pertumbuhan kinerja mengalami stagnasi, pihaknya tetap optimistis melakukan reformasi bisnis ke arah digital untuk meningkatkan pertumbuhan lebih agresif kembali.

Baca Juga

“Memang banyak hal yang menyebabkan pertumbuhan kita stagnan, ya mungkin karena sekarang sudah banyak sekali pilihan pendanaan. Makanya sekarang kita mau berinovasi,” kata Kuswiyoto kepada wartawan, di Jakarta, Senin (23/9).

Meski terdapat kenaikan harga emas beberapa waktu lalu, Kuswiyoto menyebut hal itu memiliki pengaruh terhadap pertumbuhan kinerja Pegadaian. Hanya saja, pertumbuhan itu dinilai seimbang antara plus dengan minusnya. Minusnya, kenaikan harga emas membuat masyarakat menebus emasnya untuk dijual. Sedangkan plusnya, banyak masyarakat yang juga melakukan top up untuk penggadaian sebab nilainya yang tinggi.

Stagnasi pertumbuhan bisnis gadai ini harus ditanggapi dengan inovasi yang akurat. Digitalisasi bisnis dan pengembangan distribusi terus dilakukan perusahaannya. Di tahun ini saja, kata dia, investasi capital expenditure (capex) dan operating expenses (opex) di Pegadaian digelontorkan sebanyak Rp 500 miliar dan akan meningkat di tahun depan sebesar Rp 700 miliar.

Pegadaian, kata Kuswiyoto, akan serius membidik investasi dan pengembangan teknologi terkini. Bentuknya, yakni mendigitalisasi produk-produk Pegadaian dan layanannya agar mampu diakses nasabah di seluruh wilayah kapanpun dan di manapun. Sebab selama ini Pegadaian dinilai tidak memiliki tenaga pemasaran yang cukup.

Berdasarkan catatannya, business process outsourcing (BPO) yang dimiliki Pegadaian ada 1.800 untuk mendukung 4.100 outlet. Artinya, akan sangat sulit bagi Pegadaian untuk bergerak meningkatkan pemasaran yang masif. Untuk itu dia menginginkan agar seluruh pekerja di Pegadaian mampu menjadi tenaga pemasaran yang akan diganjar skema insentif.

Di sisi lain dia mengklaim, pengembangan teknologi mampu mencatatkan efisiensi dari seluruh lini bisnisnya. “Ya pokoknya semua (teknologi) yang baru kita jajakin lah, semua hal. Contohnya kita paling gampangnya, kita gunakan aplikasi-aplikasi yang terbaru yang ditawarkan perusahaan lokal maupun internasional. Meski, secara kalkulatif belum ada (perhitungan efisiensi) tapi secara teori itu kita percaya bisa jauh lebih hemat,” ungkapnya.

Mengacu statistik PT Pegadaian (Persero), posisi outstanding pada Agustus 2019 membukukan Rp 45 triliun lebih. Angka tersebut tumbuh sebesar 12 persen jika dibandingkan dengan tahun lalu. Dia menargetkan hingga akhir tahun pertumbuhannya dapat menyentuh 15 persen.

Sedangkan brdasarkan rencana jangka panjang Pegadaian, target outstanding loan (OSL) dan laba bersih pada 2019 ditargetkan mencapai Rp 46,476 miliar OSL dan 3,018 persen laba bersih. Sedangkan di 2023, OSL ditargetkan mampu mencapai Rp 100,116 miliar dan laba bersihnya mencapai 5,058 persen.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement