Kamis 19 Sep 2019 13:31 WIB

Konsultasi Syariah: Fikih Uang Digital

Uang digital syariah telah mendapat izin operasional dari otoritas terkait.

Penumpang melakukan isi ulang (top-up) uang elektronik untuk membeli tiket kapal di Pelabuhan Merak, Banten, Jumat, (3/5).
Foto: Republika/Prayogi
Penumpang melakukan isi ulang (top-up) uang elektronik untuk membeli tiket kapal di Pelabuhan Merak, Banten, Jumat, (3/5).

REPUBLIKA.CO.ID, Diasuh Oleh Dr Oni Sahroni, Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI

 

Baca Juga

Assalamualaikum wr wb.

Menggunakan uang digital merupakan salah satu kemudahan dalam bertransaksi saat ini. Saya ragu ketentuan hukumnya. Sebenarnya, apa rambu-rambu atau kriteria uang digital syariah? Mohon penjelasan Ustaz.

Rifki - Jakarta

---

Waalaikumussalam wr wb.

Uang digital adalah fitur yang netral yang bergantung pada substansi dan barang yang diperjualbelikan. Jika dengan fitur ini pengguna bisa memenuhi hajat-hajat primernya yang halal dengan mudah, maka tingkat kepentingan aplikasi ini bernilai sama. Seperti membeli barang tanpa harus menyediakan dana tunai di dompetnya dan tanpa harus datang ke merchant serta kerepotan-kerepotan lainnya. Sebagaimana kaidah: "Sarana-sarana itu memiliki hukum yang sama dengan tujuannya."

Kemudahan tersebut seyogianya dibingkai rambu-rambu syariah agar memberikan maslahat dan terhindar dari efek negatif sebagaimana Fatwa DSN MUI No.116/DSN-MUI/IX/2017 tentang Uang Elektronik Syariah dan Standar AAOIFI No 38 tentang at-Ta'amulat al-Elektroniah.

Pertama, terhindar dari transaksi yang dilarang dan objek akad halal dan legal. Penggunaan uang elektronik wajib terhindar dari transaksi yang dilarang. Oleh karena itu, barang yang diperjualbelikan dengan uang digital ini halal dan legal karena barang yang tidak halal merugikan masyarakat, baik kesehatan, gaya hidup, akhlak, dan efek negatif sejenisnya.

Kedua, bank penampungan. Jumlah nominal uang elektronik yang ada pada penerbit ditempatkan di bank syariah karena transaksi di bank konvensional itu pinjaman berbunga yang diharamkan.

Ketiga, ada serah terima dan ijab kabul, baik fisik atau nonfisik, sesuai tradisi dan kesepatan. Hal ini sesuai dengan pendapat mayoritas ulama (Hanafiyah, Malikiyah, Syafi'iyah, Hanabilah, Dzahiriyah, Ibnu Taimiyah, al-Khatib, dan al-Khattabi) (al-Khatib, Mughni al-Muhtaj, 2/72; Khathabi, Ma'alim Sunan, 3/136; Raudhah ath-Thalibin, 3/515). Sebagaimana Standar Syariah AAOIFI No 18, Keputusan Lembaga Fikih OKI No 53 (6/4) 1990.

Keempat, ketentuan hak dan kewajiban para pihak dituangkan dalam ketentuan platform dan disetujui costumer, termasuk diskon yang diberikan penerbit e-money kepada costumer.

(a) Transaksi antara penerbit dan pengguna adalah wadiah atau qardh. Akad antara penerbit dan pemegang uang elektronik adalah akad wadiah atau akad qardh karena nominal uang bisa digunakan atau ditarik kapan saja.

(b) Dalam hal akad yang digunakan adalah akad wadiah, maka sebagai titipan yang dapat diambil/digunakan oleh pemegang kapan saja, maka tidak boleh digunakan oleh penerbit kecuali atas izin pemegang kartu. Jika digunakan maka akad titipan berubah menjadi qardh. Dengan begitu, otoritas terkait wajib membatasi penerbit dalam penggunaan dana float.

(c) Dalam hal akad yang digunakan adalah akad qardh, maka penerbit dapat menggunakan uang utang dari pemegang sesuai dengan cara yang halal dan legal. Penerbit wajib mengembalikan jumlah pokok piutang pemegang uang elektronik kapan saja sesuai kesepakatan. Otoritas terkait wajib membatasi penerbit dalam penggunaan dana float.

(d) Biaya-biaya layanan fasilitas harus riil untuk mendukung proses kelancaran penyelenggaraan uang elektronik dan disampaikan kepada pengguna.

(e) Akad antara penerbit dengan para pihak penyelenggaraan uang elektronika adalah ijarah, ju'alah, dan wakalah bi al-ujrah.

(f) Akad antara penerbit dengan agen layanan keuangan digital adalah akad ijarah, ju'alah, dan akad wakalah bil ujrah.

Berdasarkan rambu-rambu tersebut, menggunakan uang digital syariah yang telah mendapatkan izin operasional dari otoritas terkait dan kesesuaian syariah dari DSN MUI menjadi alternatif karena izin dan sertifikasi tersebut menjadi indikator kesesuaian uang digital dengan rambu-rambu tersebut di atas.

Selanjutnya, menjadi tugas industri uang digital untuk menerbitkan uang digital sesuai syariah sebagai alternatif. Salah satunya menerbitkan uang digital yang telah mendapatkan kesesuaian syariah dari DSN MUI juga izin dari otoritas terkait sehingga memastikan produk dan operasional terawasi baik oleh otoritas ataupun Dewan Pengawas Syariah.

Semoga Allah SWT memberikan kemudahan dan memberkahi setiap ikhtiar kita. Wallahu a'lam.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement