Selasa 17 Sep 2019 01:09 WIB

Apa Dampak Serangan di Kilang Minyak Saudi bagi Indonesia?

Sekira 5 persen pasokan minyak dunia mengalami gangguan

Rep: Muhammad Nursyamsyi / Red: Nashih Nashrullah
Foto satelit pada Sabtu (14/9) menunjukkan asap hitam membubung berasal dari kebakaran di fasilitas pemrosesan minyak milik perusahaan Saudi Aramco di Buqyaq, Arab Saudi.
Foto: Planet Labs Inc via AP
Foto satelit pada Sabtu (14/9) menunjukkan asap hitam membubung berasal dari kebakaran di fasilitas pemrosesan minyak milik perusahaan Saudi Aramco di Buqyaq, Arab Saudi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Kilang minyak Saudi Aramco di Arab Saudi diserang dua pesawat tanpa awak pada Sabtu (14/9) lalu. Serangan ini memberikan dampak bagi pasokan minyak dunia, tak terkecuali Indonesia.  

Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR), Fabby Tumiwa, menyampaikan sekira 5 persen pasokan minyak dunia mengalami gangguan dengan adanya serangan terhadap kilang Saudi Aramco di Arab Saudi. Peristiwa tersebut juga mengakibatkan kenaikan harga minyak Brent sebesar 20 perse pada Senin (16/9).

Baca Juga

Fabby menilai dampak kejadian tersebut akan memengaruhi harga minyak dalam beberapa waktu kedepan.

"Kita masih perlu menunggu dua sampai tiga hari untuk mendapatkan gambaran tentang tingkat kerusakan dan lama perbaikan atas gangguan ini," ujar Fabby saat dihubungi Republika.co.id di Jakarta, Senin (16/9).

Fabby mengatakan apabila harga minyak melonjak di atas 70 dolar AS per barel dalam jangka yang lebih dari satu bulan ke depan, pemerintah Indonesia harus mencari upaya dalam menghadapi kondisi tersebut.

"Saya kira pemerintah perlu mempertimbangkan mengizinkan kenaikan harga minyak. Dalam kondisi sekarang, pengadaan minyak untuk dua sampai tiga bulan kedepan akan lebih mahal," ucap Fabby. 

Hal berbeda disampaikan Pengamat Energi dari Universitas Gajah Mada Yogyakarta Fahmi Radhi. Menurut Fahmi, kejadian serangan tidak berpengaruh kepada Indonesia maupun harga minyak dunia. 

Pasalnya, kata Fahmi, kilang tersebut dipergunakan untuk mengolah BBM dengan kapasitas kilang tidak begitu besar.  "Kilang Aramco bukan untuk produksi minyak, tetapi mengolah minyak mentah menjadi BBM," kata Fahmi. 

Fahmi menilai adapun kenaikan harga minyak dunia per hari ini lebih disebabkan berkurangnya pasokan minyak di pasar.

"Kalau kenaikan harga minyak hingga 60 dolar AS per barel, lebih disebabkan pengurangan pasokan negara Arab sesuai kesepakatan Opec, bukan pengeboman kilang Aramco," ucap Fahmi. 

Fahmi berpandangan kenaikan minyak dunia hingga 60 dolar AS per barel belum berpengaruh terhadap Imdonesia lantaran Indonesian Crude Price (ICP) atau harga minyak mentah Indonesia dalam APBN ditetapkan sebesar 63 dolar AS per barel.

Pengamat energi dari Reformer Institute, Komaidi Notonegoro, mengatakan kejadian serangan di fasilitas kilang Saudi Aramco dalam jangka pendek akan direspons pasar dengan menaikan harga minyak mentah, terutama kepada bagi negara-negara yang selama ini dipasok oleh Arab Saudi. 

"Yang perlu dicermati adalah terkait impor LPG kita. Sebagian besar impor LPG Indonesia dari Aramco," ujar Komaidi. Sementara kondisi masyarakat Indonesia, kata Komaidi, saat ini sudah tergantung dengan pasokan LPG. "Saya kira perlu mencari alternatif sumber pasokan lain. Jangan terlalu tergantung pada satu sumber," kata Komaidi menambahkan. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement