Senin 16 Sep 2019 15:53 WIB

Pemerintah Targetkan Ekspor CPO ke India Meningkat

India menurunkan tarif ekspor CPO dari Indonesia.

Rep: Imas Damayanti/ Red: Friska Yolanda
Foto udara perkebunan kelapa sawit di Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatra Selatan, Kamis (13/9). Kementerian Perdagangan memberlakukan Bea Keluar (BK) untuk produk  crude palm oil (CPO) asal Indonesia US$0 per ton untuk September karena turunnya harga referensi produk CPO penetapan BK periode September 2018 pada level 603,94 dolar AS per metrik ton (MT) melemah 28,23 dolar AS.
Foto: Nova Wahyudi/Antara
Foto udara perkebunan kelapa sawit di Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatra Selatan, Kamis (13/9). Kementerian Perdagangan memberlakukan Bea Keluar (BK) untuk produk crude palm oil (CPO) asal Indonesia US$0 per ton untuk September karena turunnya harga referensi produk CPO penetapan BK periode September 2018 pada level 603,94 dolar AS per metrik ton (MT) melemah 28,23 dolar AS.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan (Kemendag) mengklaim ekspor crude palm oil (CPO) Indonesia ke India bakal meningkat dalam beberapa bulan ke depan. Hal itu seiring dengan adanya persamaan tarif masuk yang diterapkan kepada Indonesia dengan negara produsen lainnya.

Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag Indrasari Wisnu Wardhana mengatakan, adanya penyamaan tarif masuk untuk CPO Indonesia dengan negara-negara produsen lainnya seperti Malaysia dapat meningkatkan kinerja ekspor yang meningkat ke depannya.

Baca Juga

“Ekspor CPO dalam beberapa bulan ini pasti akan naik,” ujarnya kepada wartawan, di kantornya, Jakarta, Senin (16/9).

Menurut dia, ekspor CPO Indonesia ke India pun memiliki potensi yang cukup signifikan. Sebagai catatan, India menyamakan tarif bea masuk produk minyak kelapa sawit yang telah disuling atau refined, bleached, and deodorized palm oil (RBDPO) asal Indonesia dengan negara lainnya.

Berdasarkan catatan Kemendag, sejak 1 Maret 2018 India menaikkan bea masuk terhadap produk turunan CPO (RBDPO) dari 40 persen menjadi 50 persen. Hal serupa dilakukan terhadap produk asal Malaysia, hanya saja kenaikannya hanya sampai 45 persen atau 5 persen lebih rendah dari Indonesia.

Kemendag juga memproyeksi kenaikan ekspor RBDPO Indonesia akan meningkat 500 juta dolar AS dalam enam bulan ke depan. Adapun penurunan tarif tersebut sudah menjadi komitmen India melalui perjanjian ASEAN-India Free Trade Agreement (AIFTA) yang telah disepakati pada 22 Februari 2019 silam.

Dengan penurunan melalui penyamaan tarif tersebut, Indonesia memberikan insentif berupa penurunan bea masuk gula mentah asal India. Dengan porsi tersebut, peluang India atas gula akan membuka kompetisi dengan negara-negara produsen lainnya seperti Australia, Selandia Baru, dan Asia Tenggara dalam mengakses pasar Indonesia.

Menurut Wisnu, dalam pertemuan Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita bersama perwakilan pemerintah India, Senin (16/9) malam ini, akan ada kemungkinan pembahasan tarif bea masuk tersebut secara komprehensif. Pemerintah, kata dia, juga akan melakukan pemabahasan perdagangan lebih jauh dengan India.

Mengacu statistik Kemendag, pada 2018 total perdagangan Indonesia-India mencapai 18,7 miliar dolar AS. Eskpor Indonesia tercatat sebesar 12,7 miliar dolar AS, sedangkan impor hanya 5 miliar dolar AS. Artinya, Indonesia membukukan surplus perdagangan sebesar 8,7 miliar dolar AS.

“Ya mungkin India ingin melakukan penetrasi-penterasi dagangnya, karena mereka kan defisit dengan kita. Tapi apa saja yang akan dibahas, itu pasti akan lebih jauh nanti oleh Pak Menteri,” pungkasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement