Selasa 10 Sep 2019 22:21 WIB

Mirip Ojek Daring, Persaingan E-Commerce Kurang Sehat

Kondisi ekonomi saat ini sama-sama berat baik bagi pemain konvensional maupun daring.

Rep: Retno Wulandhari/ Red: Nidia Zuraya
ecommerce
ecommerce

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Platform e-commerce Bukalapak melakulan pemangkasan jumlah karyawan secara besar-besaran. Peneliti Indef Bhima Yudhistira Adhinegara mengatakan situasi tersebut menunjukkan bahwa persaingan antar e-commerce tidak sehat.

Menurut Bhima, hal ini mengingatkan kembali fenomena yang terjadi pada ojek online beberapa waktu lalu. "Mereka berlomba jor-joran memberikan promo dan diskon bahkan sampai gratis ongkir. Pasti ada yang tersingkir dri persaingan rebutan diskon itu," kata Bhima, Selasa (10/9).

Baca Juga

Bhima juga menggarisbawahi kasus pemutusan hubungan kerja (PHK) oleh Bukalapak ini mematahkan teori bahwa ada perpindahan besar besaran dari konsumsi ritel konvensional ke ritel online. Faktanya, lanjut Bhina, kondisi ekonomi saat ini sama sama berat baik bagi pemain konvensional maupun online termasuk startup marketplace.

Bhima menjelaskan, konsumsi rumah tangga memang sedang tumbuh rendah dikisaran 5 persen. Lalu, kelas menengah dan atas yang sebelumnya di andalkan untuk mendorong konsumsi akhirnya terpaksa menahan belanja.

Hal tersebut terjadi lantaran konsumen sedang khawatir isu resesi ekonomi global, perang dagang, dan rendahnya harga komoditas.

Disisi yang lain, Bhima menambahkan, ekspansi bisnis digital tidak selamanya bisa berjalan mulus. Modal ventura asing nyatanya tidak bisa terus menerus menyuntik e-commerce.

Contohnya saja, bebeberapa negara yang terjerumus resesi. Ini pun dipastikan akan mempengaruhi suntikan modal ventura ke indonesia.

Menurut Bhima, industri e-commerce perlu berhati-hati agar krisis dotcom yang pernah terjadi di Amerika Serikat pada 2000 lalu tidak terjadi di Indonesia. "Kalau nggak hati-hati kan bisa bikin bubble alias gelembung," tutup Bhima.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement