REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Bank Mandiri (Persero) Tbk menilai perkembangan ekonomi dunia semakin tidak suportif terhadap ekonomi dalam negeri dalam beberapa terakhir ini. Bahkan, lembaga internasional pun memperkirakan pertumbuhan ekonomi tahun ini akan lebih rendah dibandingkan tahun lalu.
International Monetary Fund (IMF) misalnya memperkirakan pertumbuhan tahun ini sebesar 3,2 persen atau lebih rendah dibandingkan tahun lalu sebesar 3,6 persen. Apalagi prospek ekonomi global terus dibayang-bayangi ketidakpastian akibat perang dagang antara Amerika Serikat dengan China.
Direktur Keuangan Bank Mandiri Panji Irawan mengatakan perang dagang berdampak negatif terhadap ekonomi global karena menurunkan volume perdagangan dunia, sehingga dapat menekan pertumbuhan ekonomi dunia.
“Bagi Indonesia, perang dagang Antara Amerika Serikat dan China telah berdampak negatif terhadap penurunan kinerja ekspor melalui penurunan harga-harga komoditas. Harga minyak Kelapa sawit (Crude Palm Oil/CPO) terus tertekan ketingkat harga sekitar 500 dolar AS per ton, padahal harga rata-rata 2017 sebesar 648 dolar per ton dan tahun lalu turun lagi menjadi 556 dolar per ton,” ujarnya saat acara Medi Gathering Macro Economic Outlook 2019 di Plaza Mandiri, Jakarta, Senin (9/9).
Hal yang sama juga terjadi pada harga batubara, menurutnya, komoditas ini terus menurun pada harga 65 dolar AS per ton. Padahal harga rata-rata pada 2017 di atas 100 dolar per ton dan tahun lalu sebesar 88,3 dolar per ton.
Meskipun tantangan ekonomi global semakin besar, perseroan memandang bahwa stabilitas ekonomi nasional masih terjaga, dengan pertumbuhan yang relatif masih lebih baik dibandingkan dengan beberapa negara emerging markets lainnya. Pada kuartal dua tahun ini, pertumbuhan ekonomi tercatat sebesar 5,05 persen, sementara pertumbuhan ekonomi kuartal satu tahun ini sebesar 5,07 persen.
“Angka pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal 1 dan 2 memang di bawah ekspektasi banyak pihak. Tapi pertumbuhan ekonomi Indonesia masih lebih baik dibandingkan dengan beberapa negara emerging markets lainnya. Turki pada kuartal 2 tahun 2019 mengalami pertumbuhan ekonomi negatif atau terkontraksi sebesar 1,5 persen (year on year), menyusul pertumbuhan ekonomi pada kuartal 1 tahun 2019 yang juga terkontraksi 2,4 persen,” jelasnya.
Selain itu, beberapa negara berkembang lainnya pada saat yang bersamaan juga mencatatkan pertumbuhan yang lebih rendah dibandingkan Indonesia, antara lain Malaysia yang tumbuh 4,9 persen, Thailand 3,7 persen, Brazil 1,01 persen dan Rusia 0,9 persen.